Kamisengaja tidak menguraikan keturunan dari putra/putri Kyai Muhammad Besari yang lain. Setelah berhasi meredam pembrontakan di Singosari, Malang. Kyai Mohammad Bin Umar membuka lahan yang kelak dinamakan Banjarsari ( Baca kisah awal :Dari Sebuah Tanah Perdikan ). Dari sinilah beliau mulai meretas keberadaan desa Banjarsari dan mempunyai
Dari berbagai sumber sejarah diketahui bahwa, disekitar tahun 929 M, di Nganjuk, tepatnya di Desa Candirejo Kecamatan Loceret, telah terjadi pertempuran hebat antara prajurit Pu Sendok, yang pada waktu itu bergelar Mahamantri I Hino Panglima Perang melawan bala tentara Kerajaan Melayu/Sriwijaya. Sebelumnya pada setiap pertempuran, mulai dari pesisir Jawa sebelah barat hingga Jawa Tengah kemenangan senantiasa ada dipihak bala tentara Melayu. Kemudian pada pertempuran berikutnya, di daerah Nganjuk, bala prajurit Pu Sendok memperoleh kemenangan yang gilang gemilang. Kemenangan ini tidak lain karena Pu Sendok mendapat dukungan penuh dari rakyat desa-desa sekitarnya. Berkat keberhasilan dalam pertempuran tersebut, Pu Sendok dinobatkan menjadi Raja dengan gelar Sri Maharaja Pu Sendok Sri Isanawikrama Dharmatunggadewa. 23 Daftar Tempat Wisata di Nganjuk Jawa Timur Harus Anda Kunjungi Kurang lebih delapan tahun kemudian, Sri Maharaja Pu Sendok tergugah hatinya untuk mendirikan sebuah tugu kemenangan atau Jayastamba dan sebuah Candi atau Jayamerta. Dan terhadap masyarakat desa sekitar candi, karena jasa- jasanya didalam membantu pertempuran, oleh Pu Sendok diberi hadiah sebagai desa perdikan atau desa bebas pajak dengan status sima swatantra ANJUK LADANG”. Anjuk berarti tinggi, atau dalam arti simbolis adalah mendapat kemenangan yang gilang gemilang; Ladang berarti tanah atau daratan. Sejalan dengan perkembangan zaman kemudian berkembang menjadi daerah yang lebih luas dan tidak hanya sekedar sebagai sebuah desa. Sedangkan perubahan kata “ANJUK” menjadi Nganjuk, karena proses bahasa, atau merupakan hasil proses perubahan morfhologi bahasa, yang menjadi ciri khas dan struktural bahasa Jawa. Perubahan kata dalam bahasa Jawa ini terjadi karena gejala usia tua dan gejala informalisasi, disamping adanya kebiasaan menambah konsonan sengau “NG” nasalering pada lingga kata yang diawali dengan suara vokal, yang menunjukkan tempat. Hal demikian inilah yang merubah kata “ANJUK” menjadi “NGANJUK”. Angka tahun yang tertera pada prasasti Candi Lor adalah tanggal 12 bulan Caitra tahun 859 Caka atau bertepatan dengan tanggal 10 April 937 M. Kalimat yang menunjuk angka tahun tersebut berbunyi “SWASTI QAKAWARSATITA 859 CAITRAMASA TITHI DWADASIKRSNAPAKSA”. Yang jika diterjemahkan, kurang lebih berbunyi Selamat Tahun Saka telah berjalan 859 Tahun Pertengahan pertama bulan Caitra tanggal 12″. Berdasarkan kajian dan analisis sejarah inilah, maka tanggal 10 April 937 M disepakati sebagai hari Jadi Nganjuk, selanjutnya dengan Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Nganjuk Nomor 495 Tahun 1993 ditetapkan sebagai Hari Jadi Kabupaten Nganjuk. Sejarah Candi Lor & Tradisi Masyarakat Sekitar. Candi Lor merupakan salah satu peninggalan dari dinasti Isyana yang didirikan oleh Mpu Sendok yang merupakan kelanjutan dari kerajaan Medang kamulan. Sebelum Mpu sendok mendirikan kerajaan ini. Mpu sendok merupakan raja dari kerajaan mataram kuno. Sebelumnya, mataram kuno pusat kerajaannya berada di jawa tengah, namun karena ada beberapa faktor yang salah satunya adalah ancaman bencana alam dari gunung merapi. Maka, kerajaan ini dipindahkan ke Jawa Timur yang kemudian di beri nama kerajaan Medang Kamulan. Kata medang merupakan nama lain dari Mataram sedangkan Kamulan berasal dari kata mula yang artinya yang awalnya. Kemudian Mpu sendok pun mendirikan sebuah tugu di Anjuk ladang dan punden berundak-undak sebagai tanda keberhasilannya yang kemudian disebut candi ini melambangkan perjuangan Mpu Sendok dalam melawan musuhnya dari Melayu yang akhirnya dimenangkan oleh Mpu Sendok. Mpu Sendok juga berjasa kepada masyarakat sekitar yang pada masa itu terbelit pajak. Mpu Sendok kemudian mampu membebaskan rakyat Anjuk Ladang dari pemaksaan pembayaran pajak. Mpu Sendok hanya meminta kepada rakyat Anjuk ladang merawat Jayastamba, yang merupakan tugu kemenangan Mpu Sendok atas Melayu. Hari kemenangan tersebut jatuh pada tanggal 10 April, yang kemudian ditetapkan sebagai hari jadi kota Nganjuk. Meskipun dijadikan sebagai salah satu pariwisata kabupaten Nganjuk, masyarakat sekitar masih banyak yang menggunakan candi ini sebagai sarana upacara adat,ritual, dan lain sebagainya. Masyarakat sekitar Nganjuk jugamasih menghargai nilai-nilai budaya serta warisan sejarah tempat tinggal mereka sendiri dengan cara ikut serta menjaga candi ini agar tetap lestari dan bisa dijadikan objek wisata yang indah dan diminati banyak orang. 23 Daftar Tempat Wisata di Nganjuk Jawa Timur Harus Anda Kunjungi Nganjuk pada masa Belanda Sejarah pemerintahan kabupaten Pace sangat sulit diungkapkan. Karena kurangnya data yang dapat menjelaskan keberadaannya. Demikian pula halnya dengan mata rantai hubungan antara kabupaten Pace dengan kabupaten Berbek. Sehubungan dengan hal tersebut maka pembahasan tentang sejarah pemerintahan kabupaten Nganjuk dimulai dari keberadaan kabupaten Berbek bahwa Berbek, Allahean, Nganjuk dan Kertosono merupakan daerah yang dikuasai belanda dan kasultanan Yogyakarta, sedangkan daerah Nganjuk merupakan mancanegara kasunanan Surakarta. Timbul pertanyaan, apakah keempat daerah tersebut mempunyai status sebagai daaerah kabupaten yang dipimpin oleh seorang bupati Raden Tumenggung atau berstatus lain? Dari silsilah keturunan raja negeri bima, silsilah Ngarso Dalem Sampean Dalem ingkang Sinuwun Kanjeng Sulatan Hamengkubuwono1 atau asal usul Raden Tumenggung Sosrodi-Ningrat Bupati Nayoko Wedono Lebet Gedong Tengen Rajekwesi dapat diperoleh kesimpulan bahwa memang benar daerah-daerah tersebut pada waktu itu merupakan daerah kabupaten. Adapun penguasa daerah Berbek dan Allahean dapat dijelaskan sebagai berikut Raja bima mempunyai seoarang putra, yaitu Haji Datuk Sulaeman, yang kawin dengan putri Kyai Wiroyudo dan berputra 4 empat orang yaitu; -Nyai Sontoyudo -Nyai Honggoyudo -Kyai Derpoyudo -Nyai Damis Rembang Nyai Honggoyudo berputra -Raden Ayu Rongso Sepuh -Raden Ayu Tumenggung Sosronegoro -Raden Ngabei Kertoprojo -Mas Ajeng Kertowijoyo Raden Tumenggung Sosronegoro I,Bupati Grobongan, mempunyai putra sebanyak 30tiga puluh orang, antara lain -Raden Tumenggung Sosrodiningrat I putra I -Reden Tumenggung Sosrokoesoemo I putra VII -Raden Tumenggung Sosrodirjo putra ke XXIII Raden Tumenggung Sosrokoesoemo I adalah Bupati Berbek sebelum pecah dengan Allahean Berputra sebanyak 19 sembilan belas orang, antara lain -RMT Sosronegoro IIputra ke-2 -RT. Sosrokoesoemo II putra ke-11. Menurut pengamatan ketika RT Sosrokoesoemo I meninggal dunia, telah digantikan adiknya, yakni RT Sosrodirdjo sebagai Bupati Berbek. Setelah itu Berbek di pecah menjadi dua daerah, yaitu berbek dan godean. RT. Sosrodirdjo tetap memimpin daerah Berbek, sedangkan Allahean dipimpin oleh keponakannya yaitu RMT. Sosronegoro II putra kedua dari RT Sosrokoesoemo I. selanjutnya, menurut perkiraan, setelah kedua bupati tersebut surut/pension, kabupaten Berbek yang dipimpin oleh RT. Sosrokoesoemo II Putra ke-11 dari I. Tentang kabupaten Nganjuk dan Kertosono belum dapat diungkapkan lebih kauh, karena dalam perkembangan selanjutnya kedua daerah tersebut bergabung manjadi satu dengan daerah Berbek, yang diperkirakan terjadi sebelum tahun 1852. Adapun bupati Nganjuk sekitar tahun 1830 adalah sedangkan bupati Kertosono adalah RT. Soemodipoero. Nganjuk Sekitar Tahun 1830 Perjanjian Sepreh, pada tanggal 3 juli 1830 atau tanggal 12 bulan suro tahun 1758, telah diadakan suatu pertemuan di Pendopo Sepreh oleh Raad Van Indie Markus, Ridder Van de Orde Van de Nederlandsche leeuw, Commisaris ter Regelling de Vorstenlanden untuk mengatur daerah-daerah mancanegara kesunanan Surakarta atau kesultanan Yogyakarta, sebagai tindak lanjut dari persetujuan antara Neterlandsch Gouverment dengan yang mulia saat itu akan ditempatkan dibawah pengawasan dan kekuasan Nederlandsch Gouverment. Keesokan harinya, pertemuan tersebut telah menghasilkan “Perjanjian Sepreh Tahun 1830” yang ditandatangani dengan teraan-teraan cap dan bermaterai oleh 23 Bupati dari residensi kediri dan residensi Madiun, dengan disaksikan oleh Raad Van Indie, Komisaris yang mengurus daerah-daerah kraton serta tuan-tuan Van Lawick Van Pabst dan de Solis, residen Rembang. Berdasarkan persetujuan tersebut mulai saat itu Nederlandsch Gouverment melaksanakan pengawasan tertinggi dan menguasai daerah-daerah mancanegara. Apabila dicermati, ternyata salah satu dari 23 Bupati yang telah ikut menandatangani perjanjian tersebut adalah raden Tumenggung Brotodikoro, regency van Ngandjoek. Mengapa demikian hal itu dapat dijelaskan sebagai berikut Bahwa yang mengikuti pertemuan di Pendopo Sepreh hanyalah bupati-bupati mancanegara dari Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta, sedangkan bupati Berbek dan bupati Kertosono, sebagaimana diuraikan dimuka, adalah merupakan bupati dari daerah-daerah yang telah dikuasai dan mulai tunduk dibawah pemerintah belanda jauh sebelumnya. Dari uraian tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sejak adanya Perjanjian Sepreh 1830, atau tepatnya tanggal 4 juli1830, maka semua kabupaten di nganjuk Berbek, Kertosono dan Nganjuk tunduk dibawah kekuasaan dan pengawasan Nederlandsch Gouverment. Nganjuk Setelah Perjajian Sepreh, pada tanggal 31 Agustus 1830, atau hampir dau bulan setelah Perjanjian Sepreh, pemerintahan Hindia Belanda mengadakan penataan-penataan / pengaturan-pengaturan atas kabupaten-kabupaten yang telah berada dibawah pengwaasan dan kekuasaanya. Tentang penataan ini dapat dilihat dalam surat pemerintahan Hindia Belanda Semarang, 31 Agustus 1830, yang berisikan tentang hasil konperensi dari Gubernur Jendral dengan komisaris-komisaris yang mengurus / mengatur daerah-daerah keratin. Dari hasil konperensi tersebut, kemudian keluar satu keputusan tetang rencana dari Pemerintah Hindia Belanda, yang antara lain menerangkan bahwa Pertama Menentukan bahwa daerah mancanegara bagian timur akan terdiri dari dua residensi, yaitu Residensi Kediri dan Residensi Madiun Kedua Bahwa Residensi Madiun akan terdiri dari kabupaten-kabupaten Kedirie, Kertosono, Ngandjoek, Berbek, Ngrowo dan kalangbret. Dan selanjutnya dari Distrik-distrik Blitar, Trenggalek, kampak dan yang lebih timur sampai dengan batas-batas dari Malang; baik batas dari kabupaten-kabupaten maupun distrik juga akan diatur kemudian. Ketiga Bahwa Residensi Kediri akan terdiri dari kabupaten-kabupaten Kedirie, Kertosono, Ngandjoek, Berbek, Ngrowo dan Kalangbret. Dan selanjutnya dari Distrik-dastrik Blitar, trenggalek, Kampak dan yang lebih ke Timuar sampai dengan batas-batas dari Malang baik batas dari Kabupaten-kabupaten maupun Distrik-distrik juga akan diatur kemudian. Sebagai realisasinya, pada kurun waktu empat bulan kemudian ditetapkanlah Resolusi No 10 Tanggal 31 Desember 1830, yang berisikan tentang pelaksanaan dari Skep. Tanggal 31 Agustus 1830 tersebut di atas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam isi Resolusi tersebut, khususnya pada bagian keempat, yang antara lain berbunyi sebagai berikut Keempat juga sangat disayangkan, dari Skep, tanggal 31 Agustus Y1. La. No 1 terpaksa disetujui diperkuat dua Residensi dalam kabupaten-kabupaten Residensi Madiun dalam kabupaten – kabupaten Madiun Poerwo-dadie Toenggoel Magetan Gorang-gareng Djogorogo Tjaruban Residensi Kedirie dalam kabupaten – kabupaten Kedirie Nganjoek Berbek Kertosono Dari hasil pengamatan kedua dokumen tersebut, dapat diketahui bahwa setelah penyerahan pengawasan dan kekuasaan atas daerah-daerah mancanegara oleh Suhunan dari surakarta dan Sultan dari Yogyakarta kepada pemarintah Hindia Belanda, maka pemerintah Hindia Belanda telah menerapkan tiga wilayah pemerintahan yaituKabupaten Ngandjoek, kabupaten Berbek dan kabupaten Kertosono. Tentang para penjabat Bupati dari ketiga kabupaten tersebut , ditetapkan dengan akte Komisaris Daerah-daerah yang telah diambil alih, yang ditandatangani di Semarang 16 juni 1831, oleh van Lawick van Pabst, dengan tiga personalia Bupati sebagai berikut Raden Toemenggoeng Sosrokoesoemo sebagai Bupati Berbek Raden Toemenggoeng Brotodikoro sebagai Bupati Nganjuk dan Raden Toemenggoeng Soemodipoero sebagai Bupati Kertosono Penetapan pejabat-pejabat Bupati tersebut bersamaan dengan penetapan pejabat Bupati yang lain dalam Residensi kedirie Bupati Kedirie Raden Mas Toemenggoeng Ario Djojoningrat; Bupati Ngrowo – Radeen DIpati Djajengningrat; Bupati Kalangbret – Radeen Toemenggoeng Mangoondikoro; dan Bupati Srengat Radeen Ngabey Mertokoesoemo. Air terjun Sedudo Dibalik Mitos Air Terjun Sedudo Nganjuk Kaya rempah-rempah, Bisa jadi Obat Awet Muda Banyak yang menyakini jika air terjun Sedudo mampu membuat awet muda siapa saja yang mandi disana. Ada apa dibalik mitos itu? Jika kita mendengar wisata air terjun Sedudo yang terletak di Desa Ngliman Kec Sawahan, akan selalu muncul dibenak kita jika air terjun ini mempunyai banyak khasiat, salah satunya adalah menjadi obat awet muda. Hal ini banyak diyakini masyarakat sekitar, juga masyarakat diluar Nganjuk. Terbukti jika wisata air terjun ini tak pernah sepi dari pengunjung. Baik yang hanya sekedar ingin menikmati pemandangannnya yang indah, atau memang sengaja ingin membuktikan mitos yang banyak berkembang tak banyak yang tahu apa yang menyebabkan air terjun yang berada di Kab Nganjuk bagian selatan itu mempunyai mitos seperti ini. Kalangan sejarah menilai,mitos ini berdasar atas sejarah terbentuknya air terjun itu dan kajian ilmiah. Ada sejarah dan perkiraan secara ilmiah tentang mitos itu. Dari tinjauan sejarah, saat itu air terjun Sedudo dibuat oleh salah satu tokoh warga sekitar bernama Sanak Pogalan. Ia merupakan petani tebu yang harus menelan kecewa dari peenguasa jaman itu. Karena kekecewaannya inilah, ia kemudian menjadi yang mukim pertama disekitar sumber air terjun Sedudo. Dalam tapanya, ia berniat untuk menenggelamkan Kota Nganjuk dengan membuat sumber air yang sangat besar. ’’Dia bersumpah untuk menenggelamkan desanya itu. Dan dibuatlah sumber air yang sangat besar,’’ Karena kesucian Sanak Pogalan inilah, sebagian warga meyakini jika sumber air terjun Sedudo, mengandung beberapa khasiat, salah satunya menjadi obat awet muda. Selain tentang sejarah, ia juga menduga jika secara ilmiah khasiat obat awet muda dari air terjun Sedudo ini bisa diraba. Pada jaman kerajan dulu, ada tokoh bernama Kyai Curigonoto yang sengaja mengasingkan diri di atas lokasi air terjun. Dalam pengasingannya itu, Kyai Curigonoto berniat untuk menjadikan hutan itu sebagai kebun rempah-rempah. Karena menganggap jika tanah hutan, bisa menjadi mediayang sangat bagus untuk mengembangkan rempah-rempah yang saat itu menjadi kebutuhan pokok masyarakat. Kyai Curigonoto lantas meminta Raja Kerajaan Kediri untuk mengirim rempah-rempah ke tempat pengasingannya itu. Namun, tak begitu jauh dari tujuannya, tiba-tiba gerobak-gerobak yang mengangkut rempah-renpah itu terguling diantara sumber air terjun Sedudo. ’’Lalu rempah-rempah ini tumbuh subur hingga memenuhi hutan yang menjadi tempat sumber air terjun Sedudo,’’.Sehingga, air yang mengalir keair terjun Sedudo banyak mengandung rempah-rempah itu.’’Secara otomatis, rempah-rempah ini mampu menjadi obat yang multi khasiat, salah satunya adalah memmbuat wajah tampak bersih. Sehingga kelihatan awet muda,’’ Mitos ini juga dijunjung tinggi oleh Pemkab Nganjuk sendiri. Buktinya, setiap bulan Syuro, Pemkab Nganjuk menggelar ritual Siraman’. Dimana akan banyak masyarakat Nganjuk yang mandi bersama di lokasi wisata air terjun ini. ’’Memang budaya siraman ini menjadi agenda tahunan Pemkab Nganjuk. Selain untuk menarik wisatawan, juga untuk melestarikan budaya yang sudah ada ratusan tahun silam itu, Air terjun Singokromo Air Terjun Singokromo memang masih perawan dan alami sehingga harus berjalan kaki melewati jalan setapak di dalam hutan untuk mencapainya. Sejumlah warga memilih untuk merayakan libur panjang ini di Air Terjun Singokromo. Puncak Gunung Wilis di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, menyimpan sejuta pesona alam yang luar biasa. Selain memiliki Air Terjun Sedudo, di balik gunung tersebut ada air terjun lain yang tidak kalah indah. Namanya Air Terjun Singokromo yang masih perawan dan sangat alami. Air Terjun Singokromo merupakan satu dari 10 deretan air terjun yang ada di puncak Gunung Wilis. Letaknya lebih tepat di Desa Ngliman, Kecamatan Sawahan, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Kondisi air terjun ini masih sangat alami dan belum tersentuh pembangunan pemerintah sedikitpun. Tak heran, jalan menuju objek wisata satu ini hanya berupa jalan setapak dengan menuruni lembah di dalam hutan. Namun, Anda tak perlu khawatir. Rasa lelah setelah berjalan kaki sejauh 1 kilometer akan terobati setelah sampai di bawah air terjun. Ya, selain indah, air terjun setinggi lebih dari 50 meter ini memang benar-benar masih perawan dan sangat alami. Sejumlah pengunjung memilih mengisi hari libur Tahun Baru mereka di Air Terjun Singokromo karena belum terlalu banyak tangan manusia yang menjamah dan mengotorinya. “Tempatnya masih bersih, sejuk, alami. Udaranya masih enak,” kata Arifin, salah seorang pengunjung. Sesuai namanya, singo berarti “singa atau harimau” dan kromo berarti “kawin”, dahulunya air terjun ini merupakan tempat yang dikenal angker. Jarang ada manusia yang berani datang karena merupakan tempat berkumpul dan kawinnya harimau di lereng Gunung Wilis. Berbagai mitos dan kepercayaan mistis terhadap air terjun ini juga masih sangat lekat hingga sekarang. Terbukti, setiap malam bulan purnama banyak warga yang masih mendatangi air terjun ini untuk mengambil airnya karena diyakini ampuh untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Sementara, bagi yang belum memiliki jodoh, dengan mandi Air Terjun Singokromo juga dipercaya akan segera bertemu dengan jodohnya. “Masih banyak yang ritual di sini, terutama setiap malam bulan purnama,” tutur Tulus, juru kunci Air Terjun Singokromo. Anda boleh percaya atau tidak, tapi itu merupakan keyakinan yang sampai kini masih melekat bagi sebagian masyarakat. Namun, terlepas dari hal tersebut, Air Terjun Singokromo merupakan satu dari sepuluh deretan air terjun yang ada di puncak Gunung Wilis. Dua di antaranya sudah bisa dijangkau wisatawan, seperti Air Terjun Sedudo dan Air Terjun Singokromo. Sementara delapan air terjun lainnya hanya bisa dijangkau oleh warga Desa Ngliman dengan berjalan kaki hingga puluhan kilometer. Itupun lokasinya berada di puncak gunung dengan area sekeliling masih sangat curam, seperti Air Terjun Segunting, Air Terjun Banyuselawe, Air Terjun Banyuiber, Air Terjun Cagak, Air Terjun Selanjur, Air Terjun Jeruk, Air Terjun Banyupait, dan Air Terjun Cemoro Kandang. Berikut adalah legenda asal usul Air Terjun Sedudo Pada zaman kerajaan Kediri, sang raja memiliki seorang putri yang mempunyai penyakit aneh seperti cacar namun sangat menjijikan bagi yang melihatnya, akhirnya oleh sang raja yang tidak lain ayahnya sendiri putri tersebut di suruh untuk berobat ke sebuah padepokan yang berada di daerah Pace. Pemilik padepokan sekaligus teman dari raja ini disuruh menyembuhkan dan menyembuyikan identitas sang putri dari rakyat sekitar. Akhirnya setiap pagi putri di mandikan di air terjun Roro Kuning untuk menyembuhkan penyakit sekaligus pada pagi hari air terjun roro kuning belum dipakai oleh rakyat sekitar. Kian hari penyakit putri berangsur – angsur sembuh, paras cantiknya kian terlihat kembali, anak dari pemilik padepokan tersebut mulai mengetahui siapa si putri ini. Bahwa si putri tersebut adalah anak dari raja Kediri yang sedang berobat di padepokan milik ayahnya. Akhirnya kedua anak dari pemilik padepokan tersebut mengejar hati dari putri kerajaan Kediri. Pada akhirnya ketiga insan tersebut merajut cinta, namun cerita barulah bermulai ketika si putri tersebut sembuh dari penyakitnya. Akhirnya sang raja dari kerajaan Kediri menjodohkan putri tersebut dengan calon pilihan sang ayah yang tidak lain adalah raja dari kerajaan Kediri, lalu kedua anak dari pemilik padepokan tesebut patah hati berat. Akhirnya sampai berbulan – bulan kedua anak tersebut mengurung diri di sebuah kamar, hingga suatu ketika mereka keluar dari kamar dengan sikap yang berubah total. Dulu yang begitu ramah dengan orang sekitar kini kedua anak tersebut tidak memiliki sopan santun sama sekali terhadap orang lain semenjak peristiwa tesebut. Karena sikap yang dimiliki oleh kedua anaknya, akhirnya membuat pemilik padepokan tersebut yang tidak lain adalah ayahnya sendiri mengutus kedua anak tersebut bersemedi untuk melupakan jalinan kasih dengan putri kerajaan Kediri, namun sebelum melakukan semedi kakak beradik ini mengucapkan sebuah ikrar sang adik tidak akan pernah sopan santun lagi kepada orang lain sedangkan sang kakak akan selalu hidup melajang. Sang kakak bertapa di sebuah air terjun tertinggi maka dari itu air terjun yang berada paling tinggi di namakan air terjun Sedudoyang artinya “Sing mendudo” atau dalam bahasa Indonesia artinya “yang melajang”, sedangkan adiknya bertapa di air terjun SingoKromo yang artinya “Sing Ora Kromo” atau dalam bahasa Indonesia artinya “yang tidak memiliki sopan santun”. Letak dari air terjun SingoKromo berada di bawah airSedudo. Nama dari kedua air terjun tersebut di ambil dari janji mereka sewaktu akan melakukan semedi dulu. 23 Daftar Tempat Wisata di Nganjuk Jawa Timur Harus Anda Kunjungi Sumber
NGANJUK Ainul Yakin Calon Wakin Bupati Nganjuk yang mendampingi Calon Bupati Nganjuk Desy Natalia Widya melakukan ziarah ke Makam para tokoh dan ulama di Nganjuk, Rabu (17/1/2018). Pasangan Desy - Gus Yakin pertama berziarah ke makan Kanjeng Jimat Sosrokoesomo di Berbek, Nganjuk. Kanjeng Jimat Sosrokoesomo adalah Bupati Pertama di Nganjuk yang memiliki kemampuan []
Seluruh warga Nganjuk sudah tak asing lagi dengan nama Kanjeng Raden Tumenggung Sosrokusumo atau yang lebih dikenal dengan dengan nama Kanjeng Jimat. Sosok Kanjeng Jimat merupakan Tumenggung dari kerajaan Mataram Islam Ngayogyakarta, seorang ulama besar yang turut andil dalam penyebaran agama Islam khususnya di wilayah Kabupaten Nganjuk pada masa Kerajaan Mataram Islam. Kedatangan Kanjeng Jimat merupakan cikal bakal berdirinya Kabupaten yang memiliki luas wilayah seluas kilometer persegi tersebut. Kanjeng Jimat yang berasal Grobogan Jawa Tengah itu merupakan putra menantu dari sultan Agung. Atas perintah dari Kerajaan Demak, Kanjeng Jimat dijadikan sebagai bupati di kota Tayo Merah pada tahun 1745 yang kemudian berubah nama menjadi Kabupaten Berbek. Menurut berbagai sumber, Kanjeng Jimat mensyiarkan ajaran Islam dimulai saat runtuhnya kerajaan Majapahit setelah mendapat serangan dari Kerajaan Demak. Dimana saat serangan tersebut terjadi mengakibatkan beberapa orang penganut Hindu mengasingkan diri hingga ke Kabupaten Nganjuk untuk menyelamatkan diri. Selain di Nganjuk, beberapa dari mereka juga pergi ke bukit Tengger di kawasan Bromo, Semeru dan lereng Gunung Wilis. Selama perjalanan mensyiarkan Islam di Kabupaten Nganjuk, Kanjeng Jimat menggunakan pendekatan Hindu-Budha dengan memadukan budaya Islam. Pendekatan yang dilakukan oleh Kanjeng Jimat berbuah manis, alhasil cukup banyak umat Hindu-Budha yang akhirnya memeluk agama Islam. Bukan perkara mudah bagi Kanjeng Jimat saat melakukan syiar Islam di penduduk Gunung Wilis. Pasalnya, sebagian besar penduduk lereng gunung Wilis masih sangat mempercayai keyakinan dari peninggalan para raja terdahulu yang masih asing dengan ajaran Islam. Namun Kanjeng Jimat tetap gigih dalam perjuangannya memperjuangkan Islam, beliau mengedepankan toleransi untuk mensyiarkan Islam dan tidak terkesan memaksakan. Sifat dermawan yang dimiliki oleh Kanjeng Jimat juga terlihat saat beliau mewakafkan sebidang tanah pekarangannya untuk didirikan sebuah masjid sebagai tempat beribadah warga yang telah memeluk agama Islam. Sedangkan beberapa warga yang tetap memegang keyakinan Hindu, oleh Kanjeng Jimat membuka sebuah lahan untuk memberikan hak hidup dan menjalankan ibadah bagi warga beragama Hindu. Lahan tersebut berada di sisi timur lereng gunung wilis yang kini dikenal sebagai Dusun Curik Desa Bajulan Kecamatan Loceret Kabupaten Nganjuk. Saat Kanjeng Jimat meninggal pada tahun 1766, beliau dimakamkan berada tepat di sebelah barat Masjid Al Mubarok di kawasan Desa Kacangn Kecamatan Berbek Kabupaten Nganjuk atau kurang lebih sekitar 9 kilometer dari pusat kota Nganjuk. Saat memasuki pintu makam, peziarah akan disuguhkan dua patung macam putih yang tak lain adalah simbol hewan peliharaan Kanjeng Jimat saat melakukan syiar Islam di wilayah Nganjuk. Namun, apabila dilihat lebih dekat pintu masuk menuju makam Kanjeng Jimat tersebut tidaklah tinggi, kurang lebih tingginya hanya 2 meter. Pintu masuk yang di design tidak tinggi tersebut ternyata memiliki arti filosofis tersendiri, hal itu mengandung sebuah pesan bahwa peziarah harus menundukkan kepala saat akan masuk ke dalam area makam Kanjeng Jimat. Makam Kanjeng Jimat sendiri dibalut dengan kain berwarna hijau dan aksen garis dengan warna kuning keemasan. Terdapat tiga payung bersusun tiga yang terbuat dari kain berwarna kuning keemasan berdiri tegak di salah satu sisi pusara makam Kanjeng Jimat. Bila dilihat di sisi timur, peziarah bisa melihat sebuah tulisan Jawa dan Arab berisikan tentang pesan-pesan kebaikan yang ditulis langsung oleh Kanjeng Jimat. Tulisan tersebut terbaca “Puniko Pesarean Kanjeng Ratu Toemenggung Sosro Kusumo”. Di makam Kanjeng Jimat juga diselimuti oleh kelambu berwarna putih dan kuning kurang lebih berukuran 3,4 meter serta diberi kerangka berbahan kayu jati dengan tinggi 2 meter dan panjang 3,4 meter. Sementara itu, di sebelah barat makam Kanjeng Jimat, juga terdapat makam bupati Bupati Nganjuk kedua yakni Raden Tumenggung Sosrodirjo yang tak lain adalah adik dari Kanjeng Jimat. Menurut informasi, Raden Tumenggung Sosrodirjo ini menjabat sebagai Bupati Nganjuk kedua pada tahun 1760. Sedikit bergeser ke sebelah timur, terdapat makam Raden Tumenggung Sosrokusmo II, merupakan putra dari Kanjeng Jimat yang menjadi Bupati Nganjuk ketiga pada masa jabatan tahun 1831 hingga 1852. Masih di area makam, terdapat beberapa benda peninggalan Kanjeng Jimat seperti gentong kuno berisi air yang diketahui bersumber dari sumur peninggalan dari Kanjeng Jimat. Masyarakat sekitar percaya bahwa air didalam sumur peninggalan tersebut tidak pernah surut meskipun pada musim kekeringan. Diketahui, sebelum masjid Al Mubarok dibangun, kawasan masjid tersebut merupakan kawasan yang dekat dengan perkuburan Pangeran Singosari. Saat kedatangan Kanjeng Jimat, kawasan tersebut diperbaiki dan diperluas, sedangkan area perkuburan Pangeran Singosari tersebut masih berada tepat di sebelah utara Masjid Al Mubarok. Menurut beberapa literatur, Masjid Al Mubarok tersebut dibangun Kanjeng Jimat pada tahun 1830. Namun, pada tahun 1832 Kanjeng Jimat meninggal dunia dan pembangunan masjid dilanjutkan oleh adik Kanjeng Jimat yakni Pangeran Sosrodirjo. Jika dilihat lebih dalam, struktur bangunan pada Masjid Al Mubarok menggunakan akulturasi atau perpaduan budaya Islam, Hindu dan Cina. Hal tersebut terlihata pada struktur material bangunan mulai dari penyusunan batu bata, ukiran, mimbar dan bedug. Bahkan, terdapat 4 tiang yang hingga saat ini masih terlihat sepert patahan kayu dan masih dalam keadaan utuh. Karena memiliki unsur sejarah dan budaya yang kental, Pemerintah Provinsi Jawa Timur menetapkan Masjid Al Mubarok sebagai bangunan cagar budaya pada tahun 2016. Hingga saat ini pun, makam Kanjeng Jimat dan Masjid Al Mubarok terus dibanjiri oleh para peziarah dari beberapa kota di Jawa Timur maupun dari luar Jawa Timur. Baca jugaMakna Lakon Wayang Kulit Bima Suci Buat Anies BaswedanLahir Rabu Kliwon, Anies Baswedan Masuk Circle Weton PresidenKisah Unik Wan Sehan di Rumah Anies BaswedanPeran Alim Ulama dalam Merekatkan Kembali Kesadaran Berbangsa dan BernegaraUngkapan Anies Baswedan untuk Kondang Sutrisno Selamat Jalan Pejuang Artikel Terkait
Terkaitsilsilah Habib Rizieq Shihab, banyak orang yang bertanya-tanya apakah benar ia adalah keturunan Nabi Muhammad saw. atau bukan. Jika dilihat dari silsilahnya, ternyata Habib Rizieq Shihab merupakan keturunan ke-38. Menurut Ketua Lembaga Pencatatan Nasab Maktab Addaimi, Rabithah Alawiyah, Ustadz Ahmad Alatas, berikut ini silsilahnya:
ArticlePDF Available AbstractSebagai generasi muda, kita tidak hanya meneladani para pahlawan yang telah perjuang dan mendahului kita untuk menghadap Sang Pencipta, akan tetapi juga harus tahu tentang perjalan hidup mereka. Skripsi ini hadir untuk menjawab kegelisahan penulis akan hal tersebut. Terutama tentang sosok pemimpin yang menjadi cikal-bakal Kabupaten Nganjuk. Tidak hanya sekedar menjadi pemimpin, Raden Tumenggung Sosrokusumo I Kanjeng Jimat juga dikenal oleh masyarakat sekitar dengan karamah yang dimiliki. Tentu saja hal tersebut menjadi nilai lebih beliau sebagai pemimpin. Metode penelitian di dalam hal ini menggunakan kualitatif field research. Pola Penelitian Deskriptif dan Studi Kasus dengan pendekatan kualitatif. Variabel Penelitian tunggal yaitu Karamah Raden Tumenggung Sosrokusumo I. Sumber Data 1. Primer Keluarga, dan Takmir Masjid; 2. Sekunder Dokumentasi serta Arsip-arsip. Metode dan Instrumen Pengumpuan Data Observasi, Wawancara, dan Dokumentasi. Hasil Penelitian 1. Raden Tumenggung Sosrokusumo I Kanjeng Jimat masih memiliki garis keturunan dengan Raja Bima, kemudian Raja Bima memiliki 2 orang putra; yaitu kraeng Nobo dan Kareng Galongsong. Kraeng Nobo mengganti namanya menjadi Kyai Ageng Sulaiman. Dari Kyai Ageng Sulaiman lahirlah Kyai Honggoyudo dan berputra Raden Tumenggung Sosronegoro. Dari Raden Tumenggung Sosronegoro inilah kemudian lahir Raden Tumenggung Sosrokusumo I yang menjadi Bupati Nganjuk Pertama. 2. Raden Tumenggung Sosrokusumo I Kanjeng Jimat merupakan putra dari bupati Grobogan yang diutus untuk menjadi pemimpin di Daerah Berbek kala itu dan menjadi cikal bakal pemerintahan Kabupaten Nganjuk. Berkat kegigihanyya juga, agama islam semakin tersebar dan berkembang di Daerah Berbek. 3. Selama bertempat tinggal di Nganjuk, terutama daerah Berbek Raden Tumenggung Sosrokusumo I Kanjeng jimat banyak terjadi hal-hal yang tak terduga atau karamah. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Volume 7, nomor 2 September, 2021 P-ISSN 2442-5907 E-ISSN 2797-2585 Spiritualis Jurnal Pemikiran Islam dan Tasawuf101 KERAMAT KANJENG JIMAT Raden Tumenggung Sosrokusumo I Adipati Pertama Nganjuk Nur Rotul Kiptiyah Institut Agama Islam Pangeran Diponegoro Nganjuk Email kiptiyahnurrotul Info Artikel Submit 29 Juli 2021 Revisi 16 Agustus 2021 Diterima 25 Agustus2021 Publis 27 September 2021 Abstrak Keramat adalah kemuliaan yang dimiliki oleh wali Allah. Di Nganjuk, ada sosok Kanjeng Jimat yang memiliki keramat unik dibandingkan dengan keramat para wali pada umumnya. Biasanya keramat yang dimiliki oleh para wali itu hanya sekedar cerita yang belum tentu memiliki bukti fisik. Namun keramat Kajeng Jimat masih bisa dilihat secara langsung oleh orang-orang pada saat ini karena keramatnya berupa peninggalan arkeologis. Selain memiliki keramat, Kanjeng Jimat juga orang yang berjasa besar terhadap masyarakat Nganjuk, karena dialah orang yang menjadi adipati bupati pertama di Nganjuk. Artikel ini membahas keramat Kanjeng Jimat dengan metode penelitian kualitatif-field research. Kesimpulan penelitian ini adalah Kanjeng Jimat memiliki keramat kesaktian dan peninggalan-peninggalan arkeologis serta cerita-cerita yang melingkupi benda-benda tersebut. Pertama, ia mampu menggelapkan pandangan mata perampok sehingga tidak menemukan barang berharga. Kedua, ia mampu menangkap Jolobong dengan teknik jurang ringin. Ketiga, ungkal sakti yang tidak bisa dicuri dari tempat asalnya. Keempat, beduk ajaib yang diboyong ke Masjid Agung Nganjuk namun sesampainya di sana beduk tersebut tidak dapat berbunyi meskipun dipukul berkali-kali. Akhirnya dengan terpaksa beduk tersebut dikembalikan lagi ke Berbek. Kelima, mimbar yang diboyong ke Masjid Agung Nganjuk namun kembali lagi ke Berbek. Selain benda-benda yang meninggalkan kisah ajiab tersebut, Kanjeng Jimat juga meninggalkan jodang, gentong, dan bencet. Semua benda peninggalan tersebut masih berada di kompleks masjid Al-Mubarok Berbek Nganjuk. INSTITUT AGAMA ISLAM PANGERAN DIPONEGORO NGANJUK Volume 7, nomor 2 September, 2021 P-ISSN 2442-5907 E-ISSN 2797-2585 Spiritualis Jurnal Pemikiran Islam dan Tasawuf102 Pendahuluan Kabupaten Daerah Tingkat II Nganjuk merupakan salah satu dari 37 Kabupaten yang berada di Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Pada awal abad ke X, setelah berakhirnya masa pemerintahan Raja Wawa dari kerajaan Hindu Mataram di Jawa Tengah, Empu Sindok telah memindahkan pusat kerajaan Mataram Kuno tersebut ke Jawa Timur2 dan mendirikan dinasti baru yang diberi nama Dinasti Isyana. Nama Isyana diambil dari gelar resmi Raja Sindok yaitu Empu Sindok Sri Isyana Tungga Dewa Wijaya. Wilayah kerajaan Empu Sindok tidak begitu luas dengan daerah-daerah batas seperti yang disebutkan yaitu Nganjuk disebelah barat, Pasuruan disebelah timur, Surabaya disebelah utara, dan Malang diselatan. Pemindahan pusat kekuasaan dan pusat pemerintahan ke Jawa Timur tersebut dilakukan karena keadaan kerajaan semakin suram dan dirasa kurang aman. Sebelumnya Empu Sindok memperoleh kemenangan yang gilang-gemilang melawan tentara musuh dari kerajaan Sriwijaya disuatu wilayah yang disebut “Anjuk Ladang”.3 Sebagai rasa syukur dan untuk memperingati peristiwa bersejarah tersebut kemudian Sri Maha Raja Empu Sindok mengeluarkan maklumat untuk mendirikan sebuah Candi Jayamerta dan sebuah monument tugu kemenangan Jayastamba disuatu tempat yang bernama Anjuk Ladang, tepatnya di Desa Candi sebelah utara Candi Lor. Selain sebagai media sarana yang mempelajari dan membahas tentang Sejarah Kabupaten Nganjuk, artikel ini juga diharapkan bisa bermanfaat bagi para pembaca. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk meneladani nilai juang dan kiprah Kanjeng Jimat dalam memberikan sumbangsih pada kemajuan masyarakat Berbek khususnya dan Nganjuk pada umumnya. Dengan artikel ini diharapkan dapat melestarikan semangat nasionalisme dalam memerangi penjajah yang telah merampas hak-hak Bangsa pertimbangan itulah penulis menyusun artikel yang akan membahas tentang Keramat Raden Tumenggung Sosrokusumo I Kanjeng Jimat di Kabupaten Nganjuk. 1Harimintadji, dkk. Nganjuk dan Sejarahnya. JakartaPustaka Kartini, 1994, 17. 2 M. Habib Mustopo, Sejarah. Malang Yudistira, 2007, 9. Lailatul Mahfudhoh, Antologi Sejarah Candi Boyolangu. Bogor Gue Pedia, 2016, 35. 3Arjuno Resowiredjo, Hamadi. Epic Romace Anjuk Ladang Sindok Naik Tahta. 2018, 97. 4Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Nganjuk, Kanjeng Raden Tumenggung Sosrokusumo I Kanjeng Jimat Bupati Pertama Kabupaten Nganjuk Nganjuk Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Nganjuk, 2013, 3. Volume 7, nomor 2 September, 2021 P-ISSN 2442-5907 E-ISSN 2797-2585 Spiritualis Jurnal Pemikiran Islam dan Tasawuf103 Menurut bahasa keramat berasal dari kata karama-karim yang artinya kemuliaan atau penghormatan dari Allah SWT. Sedangkan menurut istilah keramat memiliki arti kemuliaan berupa sesuatu di luar logika manusia yang Allah berikan kepada para wali Keramat diberikan kepada manusia pilihan Allah yang suka menjalankan kebaikan, sunnah, dan memiliki keistiqomahan beribadah secara lahir dan Sedangkan kata keramat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI yang memiliki arti suci dan dapat mengadakan sesuatu diluar kemampuan manusia biasa karena ketakwaanya kepada Tuhan. Menurut ulama sufi Keramat berarti keadaan luar biasa yang diberikan Allah SWT kepada para wali-Nya. Wali ialah orang yang beriman, bertakwa, dan beramal shaleh kepada Allah SWT. Ulama’ sufi meyakini bahwa para wali mempunyai keistimewaan, misalnya kemampuan melihat hal-hal ghaib yang tidak dimiliki oleh manusia umumnya. Allah SWT dapat memberi keramat kepada orang beriman, bertakwa, dan beramal shaleh menurut kehendak-Nya. Peneliti memilih objek penelitian keramat Kanjeng Jimat Raden Tumenggung Sosrokusumo Selaku Adipati Pertama di Kabupaten Nganjuk7 Karena Raden Tumenggung Sosrokusumo I bukan orang sembarangan. Ia seorang pemimpin yang dipilih melalui penunjukan secara langsung, atau diutus tanpa adanya pemilu seperti sekarang. Hal demikian menjadi perhatian penulis sebagai generasi muda bagaimana mungkin seseorang bisa dipercaya sebagai pemimpin secara langsung tanpa pemilu jika ia tidak memiliki keistimewaan. Metode Penelitian Metode penelitian ini menggunakan jenis penelitian Yaitu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, 5Abdur Rohman, Injil vs Manakib Studi Perbandingan Antara Kemukjizatan dalam Perjanjian Baru dan Keramat Syaikh Abd al-Qadir al-Jailani Yogyakarta Divo Nusantara, 2015, 3. 6 Yuslia Styawati, Mengenal Tarekat di Dunia Islam Qadiriyah, Syadziliyah dan Syattariyah, dalam Spiritualis Jurnal Pemikiran Islam dan Tasawuf. Vol. 5, no. 1, Maret, 2019, 74. Ia mencontohkan sosok Syaikh Abdul Qadir Jailani sebagai seorang sufi yang memiliki banyak keramat dan mendirikan tarekat Qadiriyah sebagai wadah kaum sufi untuk bermunajat kepada Allah. 7 Abdur Rohman, Diana Elfiyatul Afifah, Walilogi, dalam Spiritualis Jurnal Pemikiran Islam dan Tasawuf. Vol. 7, no. 1 Maret 2021, 55. 8S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta Rineka Cipta., 2010, 82-84. Volume 7, nomor 2 September, 2021 P-ISSN 2442-5907 E-ISSN 2797-2585 Spiritualis Jurnal Pemikiran Islam dan Tasawuf104 sikap kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok. Data dihimpun dengan pengamatan seksama, mencakup deskripsi dalam konteks yang mendetail disertai catatan hasil wawancara yang mendalam, serta hasil analisis dokumen dan Adapun lokasi yang dijadikan tempat penelitian artikel ini adalah Masjid Al-Mubarok dan Makam Raden Tumenggung Sosrokusumo Kanjeng Jimat yang terletak di dalam satu kompleks di Desa Kacangan, Kecamatan Berbek, Kabupaten Nganjuk. Data penelitian ini bersumber dari takmir Masjid Al-Mubarok Desa Berbek. Ia adalah salah satu keturunan Raden Tumenggung Sosrokusumo I Kanjeng Jimat, dan semua pihak yang berkaitan dengan Masjid Al-Mubarok Desa Berbek serta Makam Kanjeng Jimat yang terletak dibelakang kompleks area Masjid Al-Mubarok Desa Berbek. Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif yang dikelompokkan menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber pertama seperti hasil dari wawancara dan observasi. Sedangkan data sekundernya diperoleh dari buku atau dokumen lain yang membahas tentang Kanjeng Jimat seperti buku yang ada di Perpusda Nganjuk. Asal-Usul Nama Kanjeng Jimat Mengenai asal-usul nama kanjeng jimat ini ada dua versi yang semua informasinya didapat dari proses wawancara. Pertama penulis melakukan proses wawancara dengan Bapak Sururi10 Yang kedua penulis mewawancarai Bapak Menurut Bapak Sururi, Kanjeng Jimat adalah sebutan dari bupati pertama masing-masing daerah. Ia menyatakan bahwa “Kanjeng jimat niku istilah mbak, istilah dimana setiap orang yang menjadi Bupati pertama disuatu daerah pasti disebut Kanjeng Jimat. Jadi yang punya Kanjeng Jimat tidak hanya Nganjuk tetapi masing-masing daerah pasti punya pemimpin yang disebut dengan istilah Kanjeng Jimat”.12 9 Nana Syaodih Sukmadinata, Metodologi Penelitian Pendidikan Bandung Rosdakarya, 2010, 60. 10 Bapak Sururi merupakan Takmir Masjid Jami Al-Mubarok, Dusun Kacangan Desa Berbek Kabupaten Nganjuk. Mengenai hubungan antara Kanjeng Jimat dengan Bapak Sururi, beliau bukanlah keturunan atau kerabat dari keluarga Raden Tumenggung Sosrokusumo I Kanjeng Jimat. Beliau adalah orang lain yang sengaja diutus untuk ikut memakmurkan Masjid Jami Al-Mubarok. 11 Bapak Musdiono merupakan seorang pakar sejarah Daerah Berbek sekaligus keluarga atau masih memiliki garis keturunan dengan Raden Tumenggung Sosrokusumo I Kanjeng Jimat. 12Wawancara dengan Bapak Sururi, tanggal 19 Juni 2021. Pukul WIB Volume 7, nomor 2 September, 2021 P-ISSN 2442-5907 E-ISSN 2797-2585 Spiritualis Jurnal Pemikiran Islam dan Tasawuf105 Dari penjelasan Bapak Sururi tadi penulis bisa menyimpulkan bahwa istilah Kanjeng Jimat tidak hanya dimiliki oleh Nganjuk dan untuk Raden Tumenggung Sosrokusumo I saja, akan tetapi setiap daerah pasti memiliki tokoh yang disebut sebagai Kanjeng Jimat yaitu tokoh yang menjadi pemimpin pertama. Kemudian dari Bapak Musdiono, penulis juga meminta informasi dan mendapatkan penjelasan tentang Kanjeng Jimat. “Kanjeng Jimat. Asale saking kalimat siji dirumat. Dados kanjeng jimat puniko sosok ingkang dipun keramataken. Lha sing ngramatne sinten? Njeh masyarakat sekitar ingkang ngramataken, ingkang maringi nami niku. Lajeng mengenai sinten mawon sing angsal julukan nami Kanjeng Jimat, setiap daerah leres gadah sosok Kanjeng Jimat niki. Nanging mboten selalu yang menjadi bupati pertama bisa disebut Kanjeng Jimat mbak, senes”.13 Dari keterangan diatas kita ketahui bahwa istilah Kanjeng Jimat memang ada disetiap daerah. Akan tetapi tidak semua bupati pertama disebut kanjeng jimat. Yang terpenting adalah makna dari Kanjeng Jimat14 itu sendiri merupakan sosok yang keberadaannya dikeramatkan, dihormati oleh masyarakat kala itu. Ia juga seorang yang disegani baik oleh pembesar/penguasa maupun oleh rakyat. Deskripsi Wilayah dan Sejarah Berbek Secara administrasi Kabupaten Nganjuk mempunyai 20 Kecamatan dan 284 Desa. Sedangkan Kecamatan yang pernah menjadi ibukota Kabupaten Nganjuk adalah Kecamatan Berbek, tepatnya di Desa Kacangan. Dengan Bupati Raden Tumenggung Sosrokusumo I Kanjeng Jimat. Pada abad ke-17 Kecamatan Berbek menjadi Kabupaten15 di bawah naungan Kesultanan Surakarta yang merupakan wilayah pengawasan Kompeni Pada tahun 1880 ibukota Kabupaten Berbek berpindah ke Nganjuk, hal ini dilakukan bukan tanpa alasan. Pada masa itu alat transportasi masih terbatas, sedangkan di 13Wawancara dengan Bapak Musdiono, Tanggal 02 Juli 2021 pukul WIB. 14 Tim Pustaka Horor, 666 Misteri Paling Heboh Indonesia dan Dunia. Jakarta Kawah Media, 2011, 68. 15 Saleh As’ad Djamhari, Strategi Menjinakkan Diponegoro; Stelsel Benteng 1827-1830. Jakarta Komunitas Bambu, 2004. 16Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Nganjuk, Kanjeng Raden Tumenggung Sosrokusumo I Kanjeng Jimat Bupati Pertama Kabupaten Nganjuk Nganjuk Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Nganjuk, 2013, 7-9. Lebih lanjut, Riduwan menyatakan bahwa Nganjuk dibagi menjadi empat wilayah yaitu Berbek, Nganjuk, Godean dan Kertosono. Riduwan, Dinamika Kelembagaan Pondok Pesantren Perubahan dan Modernisasi. Yogyakarta Pustaka Ilmu, 2019, 109. Volume 7, nomor 2 September, 2021 P-ISSN 2442-5907 E-ISSN 2797-2585 Spiritualis Jurnal Pemikiran Islam dan Tasawuf106 Kota Nganjuk terdapat stasiun kereta api yang sangat berpengaruh pada jalannya roda perekonomian di wilayah Nganjuk. Mulai pada tahun 1901 digunakan istilah Regentshcap Nganjuk17 yang artinya pusat pemerintahan. Pada saat itulah adalah kabupaten Berbek berubah menjadi nama Kecamatan Berbek dan kabupaten digunakan untuk menyebut Nganjuk. Sedangkan bekas kantor Kabupaten Berbek yang letaknya berada disebelah utara alun-alun Berbek saat ini sudah beralih fungsi menjadi lahan tebu dan Kantor Kepala Desa Kacangan. Sisa-sisa perkampungan yang dulu ada saat masa pemerintahan Raden Tumenggung Sosrokusumo I Kanjeng Jimat keberadaanya masih lestari dan masih nampak asli rumah dan jalannya. Letak kampung tersebut berada di sebelah timur Kantor Kepala Desa ke utara. Kampung tersebut bernama Kampung Dalem kebanyakan orang menyebut dengan Kampung Ndalem. Dengan tambahan huruf “N” di depan kata Dalem. Wilayah kerja pemerintahan desa Kacangan membawahi 4 RW dan dipimpin oleh seorang kepala desa beserta jajarannya. Desa Kacangan merupakan desa yang mempunyai nilai histori sendiri bagi Kabupaten Nganjuk, mengingat di Desa Kacangan ini dulunya merupakan pusat pemerintahan Kabupaten kala itu. Secara geografis desa Kacangan merupakan desa yang makmur dan sejahtera baik dari sisi ekonomi maupun dari sisi manusianya. Luas wilayah Desa Kacangan adalah 0,59 Km2 dan berada di ketinggian kurang lebih 142 meter di atas permukaan laut. Jarak desa Kacangan dengan kecamatan sekitar 0,3 Km. Sedangkan kalau dihitung jarak dari Desa Kacangan ke Kabupaten Nganjuk sejauh 6 Untuk batas wilayah sendiri, Desa Kacangan berbatasan dengan Desa Sengkut di bagian utara, Desa Berbek di bagian selatan dan timur, sedangkan dari barat berbatasan langsung dengan Desa Sumberwindu. 17 M. Nijhoff, Anthropologica. Vol. 133, 1977, 436. 18Ibid.,11 Volume 7, nomor 2 September, 2021 P-ISSN 2442-5907 E-ISSN 2797-2585 Spiritualis Jurnal Pemikiran Islam dan Tasawuf107 Masjid Al-Mubarok Bangunan diatas merupakan foto tampak depan Masjid Jami Al-Mubarok Berbek sekarang ini. Masjid ini diperkirakan berdiri pada tahun 1745 dan telah mengalami renovasi. Dulu bangunan masjid hanya berada satu bagian utama saja, kemudian diperluas saat masa kepemimpinan adik Raden Tumenggung Sosrokusumo I, Raden Tumenggung Sosrodirjo. Awalnya, di depan masjid ada bencet, namun saat ini keberadaannya di dalam masjid. Pembangunan terus dilakukan demi menambah kenyamanan jamaah dan sebagai wujud syukur pemanfaatan uang kas masjid, yakni diperuntukkan bagi kemakmuran masjid. Bagian atap masjid berbentuk tumpang yang menandakan bahwa manusia ini meninggal hanya membawa tiga perkara, yaitu ilmu yang bermanfaat, amal jariyah, dan anak saleh yang selalu mendoakan orang tuanya. Penulis mencantumkan gambar masjid Al-Mubarok ini karena di dalam kompleks masjid inilah semua benda-benda arkeologis peninggalan Kanjeng Jimat berada. Benda-benda itu memiliki kisah ajaib yang turun-temurun dan dikeramatkan oleh masyarakat. Keramat Raden Tumenggung Sosrokusumo I Kanjeng Jimat Berdasarkan hasil observasi dan intervkew baik dengan Ta’mir Masjid Al-Mubarok – Berbek, keturunan Raden Tumenggung Sosrokusumo I Kanjeng Jimat, dan jamaah Masjid Al-Mubarok-Berbek, maka penulis bisa menyimpulkan bahwa Raden Tumenggung Sosrokusumo ini merupakan sosok luar biasa yang mempunyai keramat tinggi dan pengaruh agama yang luas dimasanya. Hal ini terlihat dari kisah hidup beliau yang 19 Ajeng Kusuma Wardani dkk. Lintas Sejarah Budaya Lokal. Magelang, Pustaka Rumah C1nta, 2020, 50. Volume 7, nomor 2 September, 2021 P-ISSN 2442-5907 E-ISSN 2797-2585 Spiritualis Jurnal Pemikiran Islam dan Tasawuf108 diceritakan oleh orang-orang dekatnya, baik itu keturunan atau yang ikut memakmurkan peninggalannya. Salah satu keramat yang dimiliki Kanjeng Jimat sudah terlihat sejak awal pembangunan Masjid Jami Al-Mubarok, Berbek. Ketika itu, para tukangnya masih menggunakan alat sederhana. Bahkan untuk mengasah barangpun alatnya harus dibawa juga ke lokasi pembangunan masjid. Saat pembangunan Masjid Al-Mubarok Berbek tersebut, Kanjeng Jimat memerintahkan setiap tukang dan warga yang ingin ikut dalam pembangunan masjid supaya berwudhu terlebih dahulu. Perintah ini bukan tanpa alas an. Hal demikian dilakukan agar kelak masjid yang akan digunakan sebagai tempat beribadah kepada Allah diberikan berkah. Bapak Sururi selaku Takmir Masjid Al-Mubarok, Kacangan, Berbek menyatakan “Tukang sing mbangun masjid niki riyen kaleh Mbah Kanjeng Jimat diutus wudhu riyen mbak sakderenge tumut nyandak bangun. Amergi Mbah Kanjeng Jimat pengen kersane Masjid e mbeto berkah”.20 Meskipun bangunan masjid ini merupakan salah satu masjid yang dibangun pada masa lampau dan umurnya juga sudah lama atau sudah tua, namun corak dan arsitektur bangunan masjid Jami Al-Mubarok tidak kalah dengan masjid di jaman sekarang. Kanjeng Jimat dan Si Jolobong Pernah suatu ketika, di daerah Berbek dulunya tekenal dengan banyaknya perampok yang bengis dan kejam. Salah satu perampok yang terkenal kala itu adalah Jolobong. Jika dia menemukan mangsa dan menangkapnya, maka ia tidak akan melepaskan musuhnya sebelum mendapatkan apa yang ia mau. Si Jolobong ini sangat menyukai seni tradisional tayub. Sampai suatu ketika Kanjeng Jimat mendengar perihal Jolobong yang meresahkan warga masyarakat. Dengan kegemilangan ide yang dimiliki oleh Kanjeng Jimat, di daerah Ngetos diadakan seni pertunjukan tayub yang sangat disukai oleh Jolobong tadi. Maksud dari ini semua sebenarnya adalah memberikan pelajaran untuk Jolobong bahwa apa yang ia lakukan selama ini merupakan tindakan yang salah dan meresahkan masyarakat. Setelah 20Wawancara dengan Bapak Sururi, tanggal 19 Juni 2021 pukul WIB. Volume 7, nomor 2 September, 2021 P-ISSN 2442-5907 E-ISSN 2797-2585 Spiritualis Jurnal Pemikiran Islam dan Tasawuf109 acara tayub yang dimaksud diselenggarakan, secara tidak langsung mengundang si Jolobong untuk ikut menyaksikan seni tayub tersebut. Di mana ada tayub disitu pasti ada Jolobong. Ketika sampai dipertengahan acara, Kanjeng Jimat melihat Jolobong hadir diantara kerumunan warga. Tanpa sepengetahuan Jolobong, Kanjeng Jimat mengamati gerak-geriknya. Barulah saat Jolobong Beraksi, yakni merampok barang milik warga yang kebetulan juga ikut menyaksikan tayub, Kanjeng Jimat langsung mengejar Jolobong. Dengan mudah Jolobong tertangkap, sebab sebelum acara tayup dimulai, Kanjeng Jimat telah menyiapkan jebakan untuk menghalau Jolobong yaitu berupa jurang. Sampai saat ini daerah yang digunakan untuk menjebak Jolobong tadi masih ada dan disebut daerah Jurang Ringin. Boyongan ke Berbek Dalam sejarahnya Kanjeng Jimat datang ke Berbek hanya ditemani oleh beberapa orang saja dalam rombongan. Rombongan itulah yang akan menjadi cikal bakal pemerintahan di Daerah Berbek. Sudah menjadi kesepakatan bersama bahwa rombongan Kanjeng Jimat harus memakai baju biasa layaknya rakyat dan bukan memakai pakaian milik bangsawan. Hal tersebut dilakukan supaya tidak dicurigai oleh pihak kompeni Belanda. Namun nasib malang tidak dapat dihindari. Rombongan Kanjeng Jimat memang lolos dari kompeni Belanda, tetapi sampai di pertengahan jalan ada sekumpulan perampok yang menghadang rombongan. Secara otomatis para perampok menggeledah barang bawaan yang dibawa oleh rombongan Kajeng Jimat. Untungnya, di dalam tas tersebut tidak ditemukan barang berharga kecuali kertas dan surat-surat penting dari Keraton Surakarta. Perampok tadi tidak menemukan hal berharga apapun pada rombongan. Padahal jika ditelisik, rombongan tersebut membawa bekal yang bisa diambil perampok. Namun kawanan perampok tadi seperti tidak mengetahui hal apapun. Setelah aman dari mereka, maka rombongan melanjutkan perjalanan menuju Berbek lagi. Benda-benda Arkeologis Sebagai Bukti Kekeramatan Kanjeng Jimat Kanjeng Jimat dikenal dengan karismanya ketika menjadi pemimpin di Kabupaten Nganjuk khususnya daerah Berbek masa itu. Selain menjadi pemimpin, ia juga dikenal Volume 7, nomor 2 September, 2021 P-ISSN 2442-5907 E-ISSN 2797-2585 Spiritualis Jurnal Pemikiran Islam dan Tasawuf110 sebagai ulama yang memiliki keramat luar biasa. Bahkan setelah beliau sudah wafat pun, makamnya masih banyak diziarahi masyarakat, baik dari dalam kota maupun dari luar kota. Pada masa saat pembangunan masjid Jami’ Al-Mubarok Kanjeng Jimat banyak meninggalkan benda-benda yang penuh keajaiban. Di antara bukti kekeramatnya adalah ungkal ajaib, yoni/bencet, mimbar khutbah dan beduk. Ungkal Ajaib Ketika masa pembangunan Masjid Jami Al-Mubarok dimasa Kanjeng Jimat masih hidup, ada salah satu tukang yang ingin pulang ke rumah untuk mengambil ungkal yang tertinggal. Sedangkan rumah tukang tersebut adalah Madiun. Karena Kanjeng Jimat kasihan dengan tukang tersebut, secara spontan ia menunjuk sebuah batu yang kebetulan berada di dekatnya. Ia mengatakan pada tukang tersebut supaya batu itu digunakan sebagai pengganti ungkal yang tertinggal. Sampai saat ini keberadaan ungkal tersebut masih ada dan dirawat dengan baik oleh pihak Masjid Jami Al-Mubarok Berbek. Suatu ketika ada seseorang yang ingin mengambil ungkal tersebut dengan cara menggergaji, namun belum sampai berhasil mengambilnya, orang tersebut mengalami insiden sakit perut dan tidak dapat meneruskan niatannya dan pulang. Sesampainya di rumah orang meninggal dunia. Hingga saat ini bekas gergajiannya masih ada. Ungkal tersebut terletak di selatan masjid dan dilindungi dengan pagar yang mengelilinginya. Oleh sebab itu peristiwa-peristiwa yang mengiringi keberadaan benda tersebut kemudian disebut dengan istilah ungal ajaib. Selain itu pada tahun 2016 Gubernur Jawa Timur telah menetapkan Masjid Jami Al-Mubarok sebagai Bangunan Cagar Budaya Tingkat Provinsi. Oleh karena itu keberadaannya wajib dijaga dan dilestarikan, beserta dengan elemen-elemen yang berada di sekitarnya, termasuk ungkal ajaib ini. Volume 7, nomor 2 September, 2021 P-ISSN 2442-5907 E-ISSN 2797-2585 Spiritualis Jurnal Pemikiran Islam dan Tasawuf111 Gambar di atas merupakan foto ungkal ajaib, yakni berupa batu berukuran kurang lebih 1 meter dan lebar setengah meter atau 50 cm. berikut bekas gergajian orang yang ingin mengambilnya. Yoni/BencetYoni merupakan batu besar berukuran kurang lebih seperti persegi namun memiliki sisi atas yang diukir oleh orang terdahulu. Fungsi utama yoni dulunya merupakan sesembahan masyarakat Berbek sebelum agama Islam datang. Namun setelah kedatangan Kanjeng Jimat, yoni tersebut dialih fungsikan menjadi bencet atau alat yang digunakan untuk melihat waktu sholat. Konon, pembangunan Masjid Al-Mubarok Berbek dibangun hanya dengan satu malam. Oleh karena alasan tersebut ada yang menyebut Masjid Jami Al-Mubaro dengan sebutan Masjid Tiban Berbek. Gambar di atas merupakan foto penampakan yoni atau berncet yang terletak di depan serambi masjid bagian tengah. Dulunya yoni ini berada di halaman masjid yang di kelilingi oleh kolam. Berhubung masjid diadakan renovasi, maka yoni atau bencet inipun diputuskan untuk tetap dipertahankan di tempat aslinya. Yoni tersebut di kelilingi pagar besi sebagai pengaman supaya tidak dirusak oleh tangan-tangan jail. Mimbar Khotbah Mimbar Masjid Jami Al-Mubarok Berbek merupakan masjid bergaya Timur Tengah karena bagian depan terbuka dan berundak-undak berjumlah tiga, dengan ukiran Volume 7, nomor 2 September, 2021 P-ISSN 2442-5907 E-ISSN 2797-2585 Spiritualis Jurnal Pemikiran Islam dan Tasawuf112 berwarna terang, cerah. Mimbar tersebut ketinggiannya mencapai dua meter. Pada bagian depan atas terdapat tulisan yang isinya “Meniko Masjid ing negeri tuyo mirah sinengkalan ratu nitih butho murti” ini adalah masjid yang berada di negeri air murah Berbek tahun 1758 atau 1839 Masehi. Ternyata disetiap sisi mimbar terdapat tulisan Arab yang apabila diterjemahkan merupakan angka. Tulisannyapun sebagai berikut Sisi timur, depan Ratu Nitih Buto Murti 1758 atau 1830 Masehi Sisi selatan, kanan Ratu Pandito Toto Gapura 1759 atau 1830 Masehi Sisi barat, belakang Ratu Pandito Toto Terus 1759 atau 1831 Masehi Mimbar di Masjid Jami Al-Mubarok merupakan mimbar yang terbuat dari kayu jati ukiran tanpa paku nagel padahal ukurannya besar seperti tiang rumah tiang 4 buah. Dulu mimbar ini pernah diboyong ke Masjid Agung Nganjuk selama satu hari. Akan tetapi keesokan harinya mimbar tersebut kembali lagi ke Masjid Jami Al-Mubarok, Berbek. Mengetahui hal tersebut, akhirnya bupati yang memimpin Nganjuk pada masa tersebut memanggil seorang pengukir yang berasal dari Jawa Tengah untuk mengukir sebuah mimbar yang sama persis dengan yang berada di Berbek. Namun belum sampai kubah yang berada di atas mimbar selesai, orang yang membuat sakit dan kemudian meninggal dunia. Maka dari itu mimbar yang berada di masjjid Agung Nganjuk sama persis seperti yang berada di Berbek, hanya saja yang berada di Nganjuk tanpa kuncup kubah dan ukirannya lebih halus jika dibandigkan yang berada di Berbek. Di mimbar Masjid Agung Nganjuk tertuliskan pindahnya pusat pemerintahan dari Berbek ke Nganjuk. Foto Mimbar tampak depan Volume 7, nomor 2 September, 2021 P-ISSN 2442-5907 E-ISSN 2797-2585 Spiritualis Jurnal Pemikiran Islam dan Tasawuf113 Foto mimbar tampak samping Gentong Batu Gentong yang berasal dari batu ini terletak di depan pintu masuk makam Kanjeng Jimat. Gentong ini sekarang difungsikan sebagai penampung air wudhu sebelum masuk makam Kanjeng Jimat. Dulunya gentong batu ini berada di bekas gedung kabupaten Berbek, atau di utara alun-alun berbek. Akan tetapi sewaktu pak Parno masih menjabat sebagai juru kunci makam, gentong tersebut dipindah ke depan makam Kanjeng Jimat. Sedangkan airnya didapat dari sumur Al-Mubarok yang dipercaya dapat digunakan sebagai jamu. Volume 7, nomor 2 September, 2021 P-ISSN 2442-5907 E-ISSN 2797-2585 Spiritualis Jurnal Pemikiran Islam dan Tasawuf114 Jodang/Puri Sesaji Jodang adalah tempat Al-Qur’an yang terbuat dari kayu jati yang diukir. Dahulu, puri ratu atau yang biasa disebut jodang ini digunakan untuk membawa sasrahan jajan manten dan dibawa ke masjid bersama temantennya. Kemudian kedua mempelai dinikahkan oleh penghulu di Masjid Jami Al-Mubarok. Pada bagian atas jodang tersebut tertulis tahun 1745 Masehi. Sekarang, Puri Sesaji atau Jodang tersebut diletakkan di dalam Masjid Jami Al-Mubarok sebelah selatan atau dibagian tempat jamaah pria. Depan pintu masuk masjid bagian selatan atau kiri. Jodang tersebut saat ini digunakan untuk menyimpan Al-Qur’an. Ini merupakan Jodang/Puri sesaji dari depan. Beduk Besar dari Kayu Jati Bulat Beduk ini terletak di serambi depan bagian tengah. Tempat yang digunakan beduk ini berasal dari kayu jati ukiran tanpa paku atau/nagel. Beduk ini mempuyai 4 tiang penyangga. Pada penyangga bagian depan beduk terdapat tulisan huruf Arab pegon yang berbunyi Volume 7, nomor 2 September, 2021 P-ISSN 2442-5907 E-ISSN 2797-2585 Spiritualis Jurnal Pemikiran Islam dan Tasawuf115 “Puniko Pelajer Beduk ing Tuyo Mirah Sinengkalan Ratu Pandito Roso Tunggal”. Yang artinya ini adalah tiang penyangga beduk di Tuyo Mirah Berbek Tahun Candra Sengkalan Ratu Pandito Rasa Tunggal. Selain mimbar yang diboyong ke Masjid Agung Nganjuk, ternyata beduk dan tiang penyangganya ini juga pernah berusaha untuk diboyong juga. Akan tetapi setelah berhasil diboyong sampai di Masjid Agung Nganjuk, beduk tersebut tidak mau berbunyi. Meskipun ditabuh berulang kali. Akhirnya beduk tersebut dikembalikan ke tempat asalnya. Yaitu di Masjid Jami Al-Mubarok Berbek. Kemudian Masjid Agung Nganjuk membuat sendiri beduk yang masih dipergunakan sampai sekarang. Gambar ditas merupakan foto beduk di Masjid Jami Al-Mubarok Berbek yang diletakkan diserambi tengah bagian selatan. Bersebelahan dengan beduk kayu yang akan dibunyikan ketika memasuki waktu shalat dan adzan akan dikumandangkan. Volume 7, nomor 2 September, 2021 P-ISSN 2442-5907 E-ISSN 2797-2585 Spiritualis Jurnal Pemikiran Islam dan Tasawuf116 Gambar diatas merupakan foto tiang penyangga beduk yang terlihat tampak depan ketika diperbesar dan diambil gambarnya dari dekat. Terlihat jelas bahwa ditiang penyangga tersebut terdapat tulisan Arab Pegon yang isinya sudah dituliskan di atas. Pada bagian beduk terdapat Prasasti yang bertuliskan huruf Arab Ghain, Dzal, Nun, dan di bawahnya ada huruf Dzai dza’. Ghain = 1000; Dzal = 700; Nun = 50, dan aksara Dzai dza’ = 7 yang berarti sebagai bulan Rajab dalam perhitungan bulan Islam Jawa. Jadi beduk ini dibuat pada bulan Rajab tahun 1750 Tiang atau Tiang di dalam Masjid Al-Mubarok, Berbek Di dalam bagian utama masjid jami’ Al-Mubarok berbek terdapat 4 tiang utama yang diameternya besar. Ada juga tiang yang ukurannya lebih kecil dari 4 tiang tadi yang letaknya mengelilingi masjid berjumlah 18 tiang. Jumlah tiang tersebut bukanlah kebetulan. Berbek dengan Keraton Demak masih memiliki hubungan karena orang yang mengangkat Bupati Berbek yang pertma, Raden Tumenggung Sosrokusumo adalah Raja Demak Bintoro. Karena kedekatannya dengan Demak Bintoro, Patih Nursalam, ajudan dari Demak Bintoro makamnya berada di depan makam Kanjeng Jimat. Kemudian Mihrab Kubah Masjid Berbek sama persis dengan kubah Masjid Demak Bintoro Jawa Tengah yang terbuat dari baja. Batang bunga masjid juga sama, hanya saja milik Masjid Jami Al-Mubarok bengkok ke barat. Sedangkan di Masjid Demak batang bunganya bengkok ke timur. Hal ini bukan semata-mata kebetulan belaka, namun dari sini dapat diketahui bahwa 21Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Nganjuk, Kanjeng Raden Tumenggung Sosrokusumo I Kanjeng Jimat Bupati Pertama Kabupaten Nganjuk Nganjuk Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Nganjuk, 2013, 68. Volume 7, nomor 2 September, 2021 P-ISSN 2442-5907 E-ISSN 2797-2585 Spiritualis Jurnal Pemikiran Islam dan Tasawuf117 antara kedua tempat tersebut, Masjid Jami Al-Mubarok Berbek dengan Masjid Demak Bintoro masih memiliki hubungan. Gambar diatas merupakan foto tiang/tiang penyangga masjid yang berada di Masjid Jami Al-Mubarok, Dusun Kacangan Desa Berbek Kecamatan Berbek Kabupaten Nganjuk. Di dalam masjid terdapat 4 tiang berukuran seperti gambar di atas. Semua tiang, baik tiang besar ataupun kecil terbuat dari kayu jati yang sudah tua dan tanpa paku atau nagel. Volume 7, nomor 2 September, 2021 P-ISSN 2442-5907 E-ISSN 2797-2585 Spiritualis Jurnal Pemikiran Islam dan Tasawuf118 Perlu diketahui, sejak tahun 2016 Masjid Jami Al-Mubarok Berbek telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Itu artinya kita sebagai generasi penerus harus ikut serta menjaga dan melindungi peninggalan yang ada dikompleks pemakaman Raden Tumenggung Sosrokusumo I Kanjeng Jimat. Kesimpulan Kanjeng Jimat memiliki banyak keramat dan berbeda dengan keramat pada umumnya yang tinggal cerita. Keramat Kajeng Jimat masih bisa dilihat secara langsung oleh orang-orang pada saat ini karena keramatnya berupa peninggalan arkeologis dan kisah ajaib yang melingkupinya. Pertama, ia mampu menggelapkan pandangan mata perampok sehingga tidak menemukan barang berharga. Kedua, ia mampu menangkap Jolobong dengan teknik jurang ringin. Ketiga, ungkal sakti yang tidak bisa dicuri dari tempat asalnya. Keempat, beduk ajaib yang diboyong ke Masjid Agung Nganjuk namun sesampainya di sana beduk tersebut tidak dapat berbunyi meskipun dipukul berkali-kali. Akhirnya dengan terpaksa beduk tersebut dikembalikan lagi ke Berbek. Kelima, mimbar yang diboyong ke Masjid Agung Nganjuk namun kembali lagi ke Berbek dengan sendirinya. Selain benda-benda yang meninggalkan kisah ajiab tersebut, Kanjeng Jimat juga meninggalkan jodang, gentong, dan bencet. Semua benda peninggalan tersebut tersimpan dengan baik di kompleks masjid Al-Mubarok Berbek Nganjuk. Volume 7, nomor 2 September, 2021 P-ISSN 2442-5907 E-ISSN 2797-2585 Spiritualis Jurnal Pemikiran Islam dan Tasawuf119 DAFTAR PUSTAKA Djamhari, Saleh As’ad. Strategi Menjinakkan Diponegoro; Stelsel Benteng 1827-1830. Jakarta Komunitas Bambu, 2004. Harimintadji, dkk. Nganjuk dan Sejarahnya. JakartaPustaka Kartini, 1994. Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Nganjuk, Kanjeng Raden Tumenggung Sosrokusumo I Kanjeng Jimat Bupati Pertama Kabupaten Nganjuk. Nganjuk Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Nganjuk, 2013. M. Nijhoff, Anthropologica, Vol. 133, 1977. Mahfudhoh, Lailatul. Antologi Sejarah Candi Boyolangu. Bogor Gue Pedia, 2016. Mustopo, M. Habib. Sejarah. Malang Yudistira, 2007. Resowiredjo, Arjuno dan Hamadi. Epic Romace Anjuk Ladang Sindok Naik Tahta. 2018. Riduwan, Dinamika Kelembagaan Pondok Pesantren Perubahan dan Modernisasi. Yogyakarta Pustaka Ilmu, 2019. Rohman, Abdur. Diana Elfiyatul Afifah, Walilogi, dalam Spiritualis Jurnal Pemikiran Islam dan Tasawuf. Vol. 7, no. 1 Maret, 2021. Rohman, Abdur. Injil vs Manakib Studi Perbandingan Antara Kemukjizatan dalam Perjanjian Baru dan Keramat Syaikh Abd al-Qadir al-Jailani. Yogyakarta Divo Nusantara, 2015. S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta Rineka Cipta., 2010. Styawati, Yuslia. Mengenal Tarekat di Dunia Islam Qadiriyah, Syadziliyah dan Syattariyah, dalam Spiritualis Jurnal Pemikiran Islam dan Tasawuf. Vol. 5, no. 1, Maret, 2019. Sukmadinata, Nana Syaodih. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung Rosdakarya, 2010. Tim Pustaka Horor, 666 Misteri Paling Heboh Indonesia dan Dunia. Jakarta Kawah Media, 2011. Wardani, Ajeng Kusuma dkk. Lintas Sejarah Budaya Lokal. Magelang, Pustaka Rumah C1nta, 2020. ... Perpindahan ibukota dari Berbek ke Nganjuk menjadi cukup membingungkan dikarenakan tidak adanya bukti yang menjelaskan perpindahan, khususnya serah terima kekuasaan antara afdeeling Berbek dan Nganjuk ataupun proses penggabungan kedua afdeeling tersebut Siswanto & Lestari, 2018. Pada abad ke-17 wilayah Berbek merupakan sebuah Kabupaten dibawah pengawasan Kesunanan Surakarta yang kemudian pada tahun 1830 pasca Perjanjian Sepreh merupakan wilayah dibawah kekuasaan kolonial Belanda Kiptiyah, 2021. Dalam Arsip Nasional Republik Indonesia Bijlagen ...... Terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai alasan perpindahan pusat pemerintahan dari Berbek ke Nganjuk, seperti yang disebutkan Kiptiyah, 2021 dalam kajiannya bahwa pada masa itu transportasi untuk menuju wilayah Berbek masih terbatas dan sedangkan untuk wilayah Nganjuk sudah terdapat stasiun kereta api yang mana hal tersebut menjadi pengaruh besar dalam roda perekonomian di wilayah tersebut dan sekitarnya. Pada tahun 1901 muncul istilah Regentschap Nganjuk yang memiliki pengertian pusat pemerintahan dan hal tersebut merubah nama Berbek menjadi Kecamatan Berbek dan istilah Kabupaten digunakan untuk menyebut Nganjuk Kiptiyah, 2021. ...... Terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai alasan perpindahan pusat pemerintahan dari Berbek ke Nganjuk, seperti yang disebutkan Kiptiyah, 2021 dalam kajiannya bahwa pada masa itu transportasi untuk menuju wilayah Berbek masih terbatas dan sedangkan untuk wilayah Nganjuk sudah terdapat stasiun kereta api yang mana hal tersebut menjadi pengaruh besar dalam roda perekonomian di wilayah tersebut dan sekitarnya. Pada tahun 1901 muncul istilah Regentschap Nganjuk yang memiliki pengertian pusat pemerintahan dan hal tersebut merubah nama Berbek menjadi Kecamatan Berbek dan istilah Kabupaten digunakan untuk menyebut Nganjuk Kiptiyah, 2021. Pada prinsipnya terdapat 3 alasan utama perpindahan ibukota dari Berbek ke Nganjuk yang diantaranya faktor geografis, kepercayaan masyarakat Jawa yang meyakini bahwa wilayah Berbek merupakan wilayah yang tidak cukup baik digunakan sebagai pusat pemerintahan, dan suksesi pemerintahan khususnya pada kepemimpinan Sosrokoesoemo III Siswanto, 2018. ...Didit Ditya FritambiradiSlamet Sujud Purnawan JatiThis study describes the movement of the capital from Berbek to Nganjuk in 1880 M. Berbek and Nganjuk were afdeeling under the Karesidenan Kediri government with Berbek as the center of government. Berbek has an isolated geographical location on the slopes of Mount Wilis and has a type of soil that hinders the development of a city. In the era of Regent Sosrokoesoemo III, the center of government was moved to Nganjuk on the grounds that Nganjuk was a potential area with railroads, strategic geography, and had good soil types for urban and agricultural development. After the relocation of the capital Nganjuk, there was a big change from the construction of stations, post offices, hospitals, sugar factories. This study uses historical research methods by examining in terms of historical geography or ini menjelaskan terkait perpindahan ibukota dari Berbek ke Nganjuk pada tahun 1880 M. Berbek dan Nganjuk merupakan afdeeling di bawah pemerintahan Karesidenan Kediri dengan Berbek sebagai pusat pemerintahannya. Berbek memiliki letak geografis yang terisolasi di lereng Gunung Wilis dan memiliki jenis tanah yang menghambat untuk perkembangan sebuah kota. Pada era Bupati Sosrokoesoemo III pusat pemerintahan dipindah ke Nganjuk dengan alasan Nganjuk sebagai wilayah yang potensial dengan adanya rel kereta api, letak geografis yang strategis, dan memiliki jenis tanah yang bagus untuk perkembangan kota dan pertanian. Pasca pemindahan ibukota Nganjuk mengalami perubahan yang besar dari adanya pembangunan stasiun, kantor pos, rumah sakit, dan pabrik gula. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah dengan mengkaji dari segi geografi kesejarahan atau NijhoffM. Nijhoff, Anthropologica, Vol. 133, Romace Anjuk Ladang Sindok Naik TahtaArjuno ResowiredjoDan HamadiResowiredjo, Arjuno dan Hamadi. Epic Romace Anjuk Ladang Sindok Naik Tahta. RohmanDiana Elfiyatul AfifahWalilogiSpiritualisRohman, Abdur. Diana Elfiyatul Afifah, Walilogi, dalam Spiritualis Jurnal Pemikiran Islam dan Tasawuf. Vol. 7, no. 1 Maret, MargonoMetodologi Penelitian PendidikanS. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta Rineka Cipta., Penelitian Pendidikan. Bandung RosdakaryaNana SukmadinataSyaodihSukmadinata, Nana Syaodih. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung Rosdakarya, 2010.
Kamimohon bantuan terutama dari sesama keturunan R.M Tafsiruddin II bin R.M. Moh. Santri, jikalau ada yg memiliki daftar silsilah lengkap yg yg ada nama R. Abdul Alim yg menikah dg Ny. Eyang Kanjeng Jimat wafat 1760-an Nganjuk 3. Kebenaran antara Kyai Arfiyah kakaknya Nyai Fathurrahman atau anaknya (Butuh penelitian LBH akurat
SEJARAH ISLAM DI KABUPATEN NGANJUK PADA MASA KANJENG JIMAT Sejarah keberadaan Kabupaten Berbek “cikal bakal” Kabupaten Nganjuk sekarang ini. Dikatakan “cikal bakal” karena ternyata kemudian bahwa alur sejarah kabupaten Nganjuk adalah berangkat dari keberadaan Kabupaten Berbek dibawah kepemimpinnan Radeen Toemenggoeng Sosrokoesoemo tepatnya daerah Berbek mulai menjadi suatu daerah yang berstatus kabupaten, kiranya masih sulit diungkapkan. Namun dari silsilah keluarga dan catatan ”Peninggalan Kepurbakalaan Kabupaten Nganjuk” tulisan Drs. Subandi, dapat diketahui bahwa bupati Berbek yang pertama adalah KRT. Sosrokoesoemo 1 terkenal dangan sebutan Kanjeng Jimat.Pada masa pemerintahanya dapat diselesaikan sebuah bangunan masjid yangbercorak hinduistis yang bernama masjid yoni Al Mubaarok. Terdapat sinengkalan huruf arab berbahasa jawa yang berbunyi Bagian depan Ratu Pandito Tata Terus 1759 Bagian Bawah Ratu Nitih Buto Murti1758 Kanan/kiri Ratu Pandito Tata Terus 1759 Belakang Ratu Pandito Tata Terus 1759 Kanjeng Raden Toemenggoeng SosrodirdjoSetelah KRT Sosrokoesoemo meninggal dunia tahun 1760 Leno Sarosa Pandito Iku, sebagai penggantinya adalah Kanjeng Raden Toemenggoeng Sosrodirdjo. Mendekati tahun 1811, Kabupaten Berbek pecah menjadi 2dua, yaitu Kabupaten Berbek dan Kabupaten Godean. Sebagai bupati Godean adalah Raden Mas Toemenggoeng Sosronegoro menjadi satu komplek dengan masjid al-Mubarok. Makam kanjeng jimat ada pada posisi 6 dari timur. Secara fisik, panjang kijingan makam Secara geografis makam kanjeng jimat berada di desa kacangan atau letak berukuran 2,60 m, lebar 0,90 m, dan tinggi 0,50 m serta tinggi nisan 0,95 m. diutara makam terdapat payung tingkat bagian selatan kijingan terdapat prasasti memakai huruf Arab, namun menggunakan bahasa Jawa yang berbunyi “Punikao Pasarean Kanjeng Ratu Toemenggung Sosro Kusumo”. Selain itu makam ditutup dengan kelambu putih dan kuning 3,40 diberi kerangka dari kayu jati yang berukuran tinggi 2 m dan panjang 3,40 m. Masjid Al Mubarak merupakan salah satu bangunan religi yang mengandung unsur sejarah di Kabupaten Nganjuk. Anda dapat menjumpai masjid ini di kawasan kecamatan Berbek, tepatnya di sebelah barat alun-alun prasasti Sosrokusumo yang ada di dinding Masjid disebutkan bahwa Masjid ini telah didirikan pada tahun 1745 Masehi. Masjid Al Mubarak ini memiliki ciri khas arsitektur yang kental dengan unsur Jawa. Berbagai ukiran pada kayu jati memenuhi langit-langit dan mimbar masjid. Bagi sebagian masyarakat Nganjuk kedudukan kanjeng jimat mempunyai arti tersendiri. Beliau orang yang dianggap paling berjasa terhadap keberadaan Nganjuk selanjutnya. Makam kanjeng jimat tak pernah sepi dari peziarah, baik siang maupun malam hari. Yang melakukan ziarah, tidak hanya berasal dari Nganjuk, tetapi juga ada yang berasal dari Kediri, Tulungagung, Blitar, Bojonegro, Malang, Madiun, Jombang dan Jimat adalah seorang bupati ke-5 dikadipaten berbek dan sebagai bupati pertama di kabupaten Nganjuk. Kanjeng jimat sesuai data dokumen “Surabaya Post” yang dijelaskan pada tahun 1930, adalah putra menantu sultan Agung Mataram yang sangat gigih dalam menentang penjajah Belanda. Sumber
Namundari silsilah keluarga dan catatan "Peninggalan Kepurbakalaan Kabupaten Nganjuk" tulisan Drs. Subandi, dapat diketahui bahwa bupati Berbek yang pertama adalah KRT. Sosrokoesoemo 1 (terkenal dangan sebutan Kanjeng Jimat).Pada masa pemerintahanya dapat diselesaikan sebuah bangunan masjid yangbercorak hinduistis yang bernama masjid yoni
Sejarah Nganjuk Berbek,Cikal Bakal Kabupaten Nganjuk anjeng Raden Toemenggoeng Sosrokoesoemo I Dalam uraian berikut ini lebih banyak menjelaskan tentang 3. Baca Akte Komisaris Daerah-daerah Keraton yang telah diambil alih oleh Residensi Kediri, yang ditandatangani di Semarang oleh Van Lawick Van Pabst. Dalam akte kolektif ini juga ditetapkan personalia pejabat-pejabat Kabupaten yang lain, seperti Patih, Mantrie, Jaksa, Mantri Wedono / Kepala Distrik, mantri Res dan Penghoeloe. Perjalanan sejarah keberadaan Kabupaten Berbek “cikal bakal” Kabupaten Nganjuka sekarang ini. Dikatakan “cikal bakal” karena ternyata kemudian bahwa alur Sejarah Kabupaten Nganjuk adalah berangkat dari keberadaan KabupatenBerbek dibawah kepemimpinnan Radeen Toemenggoeng Sosrokoesoemo 1. Kapan tepatnya daerah Berbek mulai menjadi suatu daerah yang berstatus kabupaten, kiranya masih sulit diungkapkan. Namun dari silsilah keluarga dan catatan”Peninggalan Kepurbakalaan Kabupaten Nganjuk” tulisan Drs. Subandi, dapat diketahui bahwa bupati Berbek yang pertama adalah KRT. Sosrokoesoemo 1 terkenal dangan sebutan Kanjeng Jimat. Pada masa pemerintahanya dapat diselesaikan sebuah bangunan masjid yang bercorak hinduistis yang bernama masjid yoni Al Mubaarok. Terdapat sinengkalan huruf arab berbahasa jawa yang berbunyi Bagian depan Ratu Pandito Tata Terus 1759 Bagian Bawah Ratu Nitih Buto Murti1758 Kanan/kiri Ratu Pandito Tata Terus 1759 Belakang Ratu Pandito Tata Terus 1759 Kanjeng Raden Toemenggoeng Sosrodirdjo Setelah KRT Sosrokoesoemo meninggal dunia tahun 1760 Leno Sarosa Pandito Iku, sebagai penggantinya adalah Kanjeng Raden Toemenggoeng Sosrodirdjo. Mendekati tahun 1811, Kabupaen Berbek pecah menjadi 2dua, yaitu Kabupaten Berbek dan Kabupaten Godean. Sebagai bupati Godean adalah Raden Mas Toemenggoeng Sosronegoro II. Kanjeng Radeen Toemenggoeng Sosrokoesoemo II Dalam perkembangan selanjutnya, sebagai tindak lanjut adalah perjanjian sepreh tahun 1830, yaitu adanya rencana penataan kembali daerah-daerah dibawah pengawasan dan kekuasaan Nederlandsch Gouverment,dengan SK 31 agustus 1830, ditetapkan bahwa Kabupaten Godean dinyatakan dicabut dan selanjutnya digabung dangan Kabupaten Berbek yang terdekat. Dengan akte Komisaris daerah-daerah Keraton yang telah diambil alih dan ditandatangani oleh Van Lawick Van Pabst tanggal 16 juni 1831 di Semarang, ditunjuk sebagai bupati Berbek adalah Kanjeng Radeen Toemenggoeng Sosrokoesoemo II. Dari akte tersebut dapat diketahui bahwa Godean telah berubah statusnya menjadi Distri Godean, yang bersama-sama dengan distrik Siwalan dan distrik Berbek menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Berbek. Raden Ngabehi Pringgodikdo KRT Sosrokoesoemo II1830-1852meninggal dunia tanggal 27 agustus 1852 karena menderita sakit ditunjuk sebagai penggantinya adalah Raden Ngabehi Pringgodikdo, patih dari luar Kabupaten Ngrowo, yang bukan termasuk garis keturunan / keluarga dari II. Pilihan jatuh pada Pringodikdo ini karena putra-putra dari II Bupati yang telah meninggal dianggap kurang mampu unuk menduduki jabatan bupati tersebut Sedangkan Pringgodikdo dinilai lebih cakap dan berbudi pekerti yang baik, selain itu mempunyai pengalaman yang cukup daripada calon-calon lain yang diusulkan, sehingga dianggap mampu dan pantas untuk menggantikan KRT. Sosrokoesoemo II almarhum. Pengangkatan Pringgodikdo sebagai bupati yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Gubernur Jendral Nederlandsch India di Batavia, tanggal 25 November 1852. selanjutnya, apabila disimak dari isi surat residen Kedirie yang pertama, tanggal 20 September 1852 tetang pertimbangan-pertimbangan terhadap Pringgodikdo untuk diangkat menjadi Bupati Berbek adalah sebagai berikut “Kabupaten Berbek penting sekali, juga sangat luas, yang meliuti delapan distrik diwilayahnya, dan berbatasan dangan residen Madiun, Soerabaja, rembang, sehingga Policie disana seharusnya waspada…” Menurut “Akte Komisaris daerah-daerah Kraton yang telah diambil alih “tanggal 16 Juni1831, bahwa dikabupaten Berbek terdapat 3tiga distrik, Kabupaten Nganjuk ada 2dua distrik dan Kabupaten Kertosono ada 3tiga distrik, sehingga jumlah keseluruhan ada 8delapan distrik, sama dengan yang disebutkan dalam SK di atas. Hal ini berarti sebelum II meninggal, telah terjadi suatu proses penghapusan Kabupaten Nganjuk dan Kabupaten Kertosono yang meliputi distrik-distrik Berbek, Goden, Siwalan asli dari Kabupaten Berbek, Ngandjoek, Gemenggeng berasal dari Kabupaten Ngandjoek, Kertosono, Waroe Djajeng, Lengkong berasal dari Kabupaten Ketosono. Raden Ngabehi Soemowilojo Raden Ngabehi Pringgodikdo menjabat sebagai bupati Berbek lebih kurang 14 tahun, yaitu sampai dengan tahun 1866. setelah mangkat digantikan oleh Raden Ngabehi Soemowilojo, patih pada kadipaten Blitar dengan SK Gubernur Jendral Nederlandsch Indie tanggal 3 September 1866 No. 10. selanjutnya dengan SK Gubernur Jendral Nederlandsch Indie tanggal 21 oktober 1866 dia diberi gelar toemenggoeng dan diijimkan manamakan diri Raden Ngabehi Soemowilojo. Radeen Toemenggoeng Sosrokoesoemo III Raden Ngabehi Soemowilojo meninggal dunia tanggal 22 februari 1878. Untuk menduduki jabatan Bupati Berbek yang kosong tersebut telah diangkat Raden Mas Sosrokoesoemo III, Wedono dari Nederlandsch Indie tanggal 10 april 1878 menjadi Bupati Berbek. Bersama dengan itu diberikan totle jabatan Toemenggoeng dan diijinkan menuliskan namanya Radeen Toemenggoeng Sosrokoesoemo. Pada masa pemerintahan Radeen Toemenggoeng Sosrokoesoemo III inilah terjadi suatu peristiwa yang amat penting bagi perjalanan sejarah pemerintahan di Nganjuk hingga sekarang ini. Peristiwa tersebut adalah adanya kepindahan tempat pusat pemerintahan dari kota Berbek menuju kota Nganjuk. Mengenai hal boyongan ini akan diuraikan nanti. Raden Mas Toemenggoeng Sosro Hadikoesoemo Pada tanggal 28 September 1900, RM. Adipati Sosrokoesoemo III karena menderita sakit yang terus menerus sehingga terpaksa memberanikan diri mengajukan permohonan kepada Gubernur Jendral Nederlansch Indie untuk diberhentikan dengan hormat dari jabatan Negara dengan diberikan hak pensiun. Dan selanjutnya, memohon agar karirnya putra laki-laki tertuanya Raden Mas Sosro Hadikoesoemo menggantikan jabatan sebagai Regent Bupati Berbek. Berdasarkan Besluit Gubernur Jendral nederlansch Indie tanggal 2 Maret 1901 No 10, Pemerintahan Hindia Belanda memberhentiakan Adipati Sosrokoesoemo dan selanjutnya mengangkat redden Mas Sosro Hadikoesoemo sebagai Regent Bupati Berbek dan memberinya gelar Toemenggoeng dan mengijinkan menamakan dan menuliskanRaden MAs Toemenggoeng Sosro Hadi Koesoemo. Satu hal penting yang perlu dipehatikan pada masa jabatan RMT. Sosro Hadi Koesoemo ini adalah mulai digunakan sebutan Regentschap Kabupaten Nganjuk, yang pada waktu-waktu sebelumnya masih di sebut Afdelling Berbek Kabupaten Berbek. Tentang hal ini dapat dilihat pada Regeering Almanak 1852-19420. Arti Lambang Kabupaten Nganjuk Inilah gambar lambang Kabupaten Nganjuk Logo Kabupaten Nganjuk Lambang Daerah terdiri atas 4 bagian, yaitu Dasar Lambang Bagian atas, berisi gambar bintang bersudut 5 Bagian tengah dan samping berisi gambar-gambar sebagai berikut * Pita bertuliskan BASWARA YUDHIA KARANA * Rantai berbentuk lingkaran * Gunung dan air terjun * Sawah dan sungai * Padi dan kapas * Pohon beringin dalam segilima beraturan * Sayap Bagian bawah berisi Pita bertuliskan angka JAWA Pita bertuliskan NGANJUK Makna Gambar dalam Lambang Kabupaten Nganjuk Perisai bersudut lima berdasar biru dan bertepi putih melambangkan jiwa kerakyatan, kesetiaan dan kesucian masyarakat Nganjukyang selalu siaga dalam menghadapi segala tantangan. Bintang bersudut lima berwarna emas melambangkan Ketuhanan Yang Maha Esa, cita-cita luhur dan suci sebagai pedoman perjuangan untuk mewujudkan cita-cita masyarakat adil dan makmur. BASWARA YUDHIA KARANA artinya cemerlang karena perjuangan. Rantai berbentuk lingkaran melambangkan kebulatan tekad rakyat Nganjuk, yang dilandasi semangat perjuangan dan persatuan. Tiga puncak gunung berwarna hitam memiliki arti filosofis Tri Dharma Amerta dan secara historis menunjukkan Jaman Kejayaan Nasional, Jaman Penjajahan dan Jaman Kemerdekaan. Gunung, malambangkan sumber kekayaan alam air terjun sedudo adalah air suci pemberian Tuhan Yang Maha Esa, yang merupakan rahmat untuk dinikmati oleh umat-Nya. Sawah mengandung makna kemakmuran, dan sungai juga bermakna kemakmuran dan kesuburan. Gunung berpuncak tiga, sawah dan sungai digambarkan dalam rantai yang berbentuk lingkaran, itu mempunyai makna Dengan tekad yang bulat dan kekayaan alam yang melimpah memberikan keyakinan kepada masyarakat Nganjuk untuk berjuang mewujudkan tercapainya masyarakat adil dan makmur. Padi dan kapas melambangkan pangan dan sandang yang menjadi kebutuhan pokok rakyat sehari-hari. Jumlah padi 17 butir, kapas 8 buah, daun padi 4 helai, daun kapas 5 helai mencerminkan semangat dan jiwa proklamasi 17-8-45. Pohon beringin berdaun lima kelompok dalam segi lima beraturan bermakna pengayoman, perlindungan dan perdamaian, serta juga menggambarkan adanya lima wilayah kerja pembantu bupati. Sayap dengan 20 helai bulu berwarna emas melambangkan wilayah daerah terdiri dari 20 kecamatan. Pita bertuliska angka Jawa yang mengikat dua pangkal sayap mewujudkan angka 937 M, yang merupakan ditetapkannya tahun hari jadi Nganjuk. Secara keseluruhan, lambang daerah ini mengandung makna sebagai berikut Dengan semangat dan jiwa proklamasi 17-8-45 rakyat Nganjuk yang telah tumbuh dan berkembang sejak tahun 937 M, bersama Pemerintah Daerah yang berwibawa bertekad bulat untuk berjuang terus dengan segala potensi daerahnya, sehingga tercapai cita-cita luhur, masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Daftar Nama kecamatan di Kabupaten Nganjuk 1. Kecamatan Bagor 2. Kecamatan Baron 3. Kecamatan Berbek 4. Kecamatan Gondang 5. Kecamatan Jatikalen 6. Kecamatan Kertosono 7. Kecamatan Lengkong 8. Kecamatan Loceret 9. Kecamatan Nganjuk 10. Kecamatan Ngetos 11. Kecamatan Ngluyu 12. Kecamatan Ngronggot 13. Kecamatan Pace 14. Kecamatan Patianrowo 15. Kecamatan Prambon 16. Kecamatan Rejoso 17. Kecamatan Sawahan 18. Kecamatan Sukomoro 19. Kecamatan Tanjunganom 20. Kecamatan Wilangan Dari Kecamatan diatas dibagi menjadi 4 kawasan yaitu 1. Kawasan Utara Anjuk Ladang 2. Eks Kadipaten Berbek & Godean 3. Daerah Kertosono Tengah Waroedjajeng
Namundari silsilah keluarga dan catatan: Peninggalan Kepurbakalaan Kabupaten Nganjuk tulisan Drs. Subandi, dapat diketahui bahwa bupati Berbek yang pertama adalah KRT. Sosrokoesoemo 1 (terkenal dangan sebutan Kanjeng Jimat). Pada masa pemerintahanya dapat diselesaikan sebuah bangunan masjid yang bercorak hinduistis yang bernama masjid yoni Al
0% found this document useful 0 votes431 views18 pagesCopyright© Attribution Non-Commercial BY-NCAvailable FormatsDOCX, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes431 views18 pagesSejarah Nganjuk Sejarah Nganjuk Tahun 1811 Sejarah pemerintahan Kabupaten Pace sangat sulit diungkapkanKarena kurangnya data yang dapat menjelaskan keberadaannya. Demikian pula halnya denganmata rantai hubungan antara kabupaten pace dengan Kabupaten Berbek. Sehubungan denganhal tersebut maka pembahasan tentang sejarah pemerintahan Kabupaten Nganjuk dimulai darikeberadaan Kabupaten Berbek Berdasarkan peta Jawa Tengah dan Jawa Timur pada permulaan tahun 1811 yang terdapatdalam buku tulisan Peter Carey yang b erjudul ‖Orang jawa dan masyarakat Cina 1755 - 1825‖, penerbit pustaka Azet, Jakarta,1986;diperoleh gambaran yang agak jelas tentang daerah Nganjuk. Apabila dicermati peta tersebut, ternyata daerah Nganjuk terbagi dalam 4daerah, yaitu Berbek, Godean dan Kertosono. Dengan catatan, bahwa Berbek, Godean,Nganjuk dan Kertosono merupakan daerah yang dikuasai Belanda dan KasultananYogyakarta, sedangkan daerah Nganjuk merupakan mancanegara Kasunanan SurakartaTimbul pertanyaan, apakah keempat daerah tersebut mempunyai status sebagai daerahkabupaten yang dipimpin oleh seorang bupati Raden Tumenggung atau berstatus lain? Darisilsilah keturunan raja negeri bima, silsilah Ngarso Dalem Sampean Dalem ingkang SinuwunKanjeng Sulatan Hamengkubuwono1 atau asal usul Raden Tumenggung SosrodiningratBupati Nayoko Wedono Lebet Gedong Tengen Rajekwesi dapat diperoleh kesimpulan bahwamemang benar daerah-daerah tersebut pada waktu itu merupakan daerah kabupaten. Adapunpenguasa daerah Berbek dan Godean dapat dijelaskan sebagai berikut1. Raja bima mempunyai seoarang putra, yaitu Haji Datuk Sulaeman, yang menikah denganputri Kyai Wiroyudo dan berputra empat orang yaitu Nyai Sontoyudo, Nyai Honggoyudo, Kyai Derpoyudo, Nyai Damis Nyai Honggoyudo berputraRaden Ayu Rongso Sepuh, Raden Ayu Tumenggung Sosronegoro, Raden Ngabei Kertoprojo,Mas Ajeng Raden Tumenggung Sosronegoro I, Bupati Grobongan, mempunyai putra sebanyak 30orang, antara lain Raden Tumenggung Sosrodiningrat I putra I, Reden Tumenggung Sosrokoesoemo I putraVII, Raden Tumenggung Sosrodirjo putra ke XXIII.4. Raden Tumenggung Sosrokoesoemo I adalah Bupati Berbek sebelum pecah dengan Godean Berputra sebanyak 19sembilan belas orang ,antara lain RMT Sosronegoro IIputra ke-2 dan RT. Sosrokoesoemo II putra ke-11.Menurut pengamatan penulis, ketika RT Sosrokoesoemo I meninggal dunia, telah digantikanadiknya, yakni RT Sosrodirdjo sebagai Bupati Berbek. Setelah itu Berbek di pecah menjadidua daerah, yaitu Berbek dan Godean. RT Sosrodirdjo tetap memimpin daerah Berbek,sedangkan Godean dipimpin oleh keponakannya yaitu RMT Sosronegoro II putra kedua dariRT Sosrokoesoemo I. Selanjutnya, menurut perkiraan, setelah kedua bupati tersebut pensiun,Kabupaten Berbek yang dipimpin oleh RT Sosrokoesoemo II Putra ke-11 I.Tentang Kabupaten Nganjuk dan Kertosono belum dapat diungkapkan lebih jauh, karenadalam perkembangan selanjutnya kedua daerah tersebut bergabung manjadi satu dengandaerah Berbek, yang diperkirakan terjadi sebelum tahun 1852. Adapun bupati Nganjuk sekitartahun 1830 adalah RT Brotodikoro, sedangkan bupati Kertosono adalah RT Soemodipoero. Tahun 1830 Perjanjian SeprehPada tanggal 3 juli 1830 atau tanggal 12 bulan suro tahun 1758, telah diadakan suatupertemuan di Pendopo Sepreh oleh Raad Van Indie Mr. Pieter Markus, Ridder Van de OrdeVan de Nederlandsche leeuw, Commisaris ter Regelling de Vorstenlanden untuk mengaturdaerah-daerah mancanegara kesunanan Surakarta atau kesultanan Yogyakarta, sebagai tindak lanjut dari persetujuan antara Neterlandsch Gouverment dengan yang mulia saat itu akanditempatkan dibawah pengawasan dan kekuasan Nederlandsch Gouverment. Keesokan harinya, pertemuan tersebut telah menghasilkan ―Perjanjian Sepreh Tahun 1830‖ yang ditandatangani dengan teraan-teraan cap dan bermaterai oleh 23 Bupati dari residensikediri dan residensi Madiun, dengan disaksikan oleh Raad Van Indie, Komisaris yangmengurus daerah-daerah kraton serta tuan-tuan Van Lawick Van Pabst dan de Solis,residen Rembang. Berdasarkan persetujuan tersebut mulai saat itu Nederlandsch Gouvermentmelaksanakan pengawasan tertinggi dan menguasai daerah-daerah dicermati, ternyata salah satu dari 23 Bupati yang telah ikut menandatanganiperjanjian tersebut adalah raden Tumenggung Brotodikoro, regency van Ngandjoek. Mengapademikian hal itu dapat dijelaskan sebagai berikutBahwa yang mengikuti pertemuan di Pendopo Sepreh hanyalah bupati-bupati mancanegara dari Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta, sedangkan bupati Berbek dan bupatiKertosono, sebagaimana diuraikan dimuka, adalah merupakan bupati dari daerah-daerah yangtelah dikuasai dan mulai tunduk dibawah pemerintah belanda jauh uraian tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sejak adanya Perjanjian Sepreh1830, atau tepatnya tanggal 4 juli1830, maka semua kabupaten di Nganjuk Berbek,Kertosono dan Nganjuk tunduk dibawah kekuasaan dan pengawasan Setelah Perjajian SeprehPada tanggal 31 Agustus 1830, atau hampir dau bulan setelah Perjanjian Sepreh, pemerintahanHindia Belanda mengadakan penataan-penataan / pengaturan-pengaturan atas kabupaten-kabupaten yang telah berada dibawah pengwaasan dan kekuasaanya. Tentang penataan inidapat dilihat dalam surat pemerintahan Hindia Belanda Semarang, 31 Agustus1830, yang berisikan tentang hasil konferensi dari Gubernur Jendral dengan komisaris-komisaris yang mengurus / mengatur daerah-daerah hasil konferensi tersebut, kemudian keluar satu keputusan tetang rencana dari PemerintahHindia Belanda, yang antara lain menerangkan bahwaPertama Menentukan bahwa daerah mancanegara bagian timur akan terdiri dari duaresidensi, yaitu Residensi Kediri dan Residensi Bahwa Residensi Madiun akan terdiri dari kabupaten-kabupaten Kedirie, Kertosono,Ngandjoek, Berbek, Ngrowo dan Kalangbret. Dan selanjutnya dari Distrik-distrik Blitar,Trenggalek, Kampak dan yang lebih timur sampai dengan batas-batas dari Malang, baik batasdari kabupaten-kabupaten maupun distrik juga akan diatur Bahwa Residensi Kediri akan terdiri dari kabupaten-kabupaten Kedirie, Kertosono,Ngandjoek, Berbek, Ngrowo dan Kalangbret. Dan selanjutnya dari Distrik-distrik Blitar,Trenggalek, Kampak dan yang lebih ke Timur sampai dengan batas-batas dari Malang, baik batas dari Kabupaten-kabupaten maupun Distrik-distrik juga akan diatur realisasinya, pada kurun waktu empat bulan kemudian ditetapkanlah Resolusi No 10Tanggal 31 Desember 1830, yang berisikan tentang pelaksanaan dari Skep. Tanggal 31Agustus 1830 tersebut di lebih jelasnya dapat dilihat dalam isi Resolusi tersebut, khususnya pada bagiankeempat, yang antara lain berbunyi sebagai berikut Keempat juga sangat disayangkan, dari Skep, tanggal 31 Agustus Y1. La. No 1 terpaksadisetujui diperkuat dua Residensi dalam kabupaten-kabupaten.
- Ձиμևτуցусо чикре
- Չሂճի κол
- Эй ሂሂхрοምуዳ
- Ушቦпիኧеተ еժωхዳጳаха
- Иσасէμሬн пеቨиκоጋ ጼιքըдо
- Ջа слы
- Уፄ тиյևх скоձօзв оռонтէшал
- የхумխ рቦξищխኦоጼ γицፂж
SejarahNganjuk Tahun 1811 Sejarah pemerintahan Kabupaten Pace sangat sulit diungkapkan Karena kurangnya data yang. Dari silsilah keturunan raja negeri bima, silsilah Ngarso Dalem Sampean Dalem ingkang Sinuwun Kanjeng Sulatan Hamengkubuwono1 atau asal usul Raden Tumenggung Sosrodiningrat Bupati Nayoko Wedono Lebet Gedong Tengen Rajekwesi
Kanjeng Jimat sebagai Bupati Nganjuk pertama sekitar tahun 1745 dan meninggal pada 1766. Di sisi barat makam Kanjeng Jimat ada makam bupati kedua yaitu Raden Tumenggung Sosrodirjo, adik dari Kanjeng Jimat, yang menjabat sebagai Bupati Nganjuk pada tahun 1760, sementara di sisi timur ada makam Raden Tumenggung Sosrokusmo II, putra Kanjeng
- Ցωнመյ չεπ
- Չ иτዔшадеνխ
- ኅаρ свዛፅυζуռа
- Очаቹеբуц τа ւо
- Ու у ሮ
- Θχኜ йαчипонуфα
- ፈу кр аጡапи աψሊвиբеγ
- Тዳ оջоፖе ሡψыն
- ቢ оጳикузօжо ζиփо
Anak Raden Adipati Arya Sarwadji. Raden Adipati Aria Soeroadiningrat V (lahir dengan nama Bagus Badrun, biasa dipanggil sebagai Kanjeng Sepuh (di Jombang) atau Kanjeng Jimat (di Sidayu); EYD: Suroadiningrat V; lahir di Sidayu, Hindia Belanda pada tahun 1850 - meninggal di Jombang, 20 April 1946 pada umur 96 tahun) adalah Bupati Jombang pertama
. 93el0onvnp.pages.dev/83193el0onvnp.pages.dev/81293el0onvnp.pages.dev/52693el0onvnp.pages.dev/68193el0onvnp.pages.dev/92793el0onvnp.pages.dev/67393el0onvnp.pages.dev/47893el0onvnp.pages.dev/36493el0onvnp.pages.dev/47193el0onvnp.pages.dev/88393el0onvnp.pages.dev/55193el0onvnp.pages.dev/93193el0onvnp.pages.dev/55593el0onvnp.pages.dev/68193el0onvnp.pages.dev/624
silsilah keturunan kanjeng jimat nganjuk